You are here : Home Renungan Renungan Oleh Rm. Ign. Sumarya, SJ Kamis, 11 April 2013

Kamis, 11 April 2013

“Barangsiapa percaya kepada Anak ia beroleh hidup yang kekal”

(Kis 5:27-33; Yoh 3:31-36)

“ Siapa yang datang dari atas adalah di atas semuanya; siapa yang berasal dari bumi, termasuk pada bumi dan berkata-kata dalam bahasa bumi. Siapa yang datang dari sorga adalah di atas semuanya. Ia memberi kesaksian tentang apa yang dilihat-Nya dan yang didengar-Nya, tetapi tak seorang pun yang menerima kesaksian-Nya itu. Siapa yang menerima kesaksian-Nya itu, ia mengaku, bahwa Allah adalah benar. Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas. Bapa mengasihi Anak dan telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya. Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.” (Yoh 3:31-36), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Stanislaus, uskup dan martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

  • Percaya kepada seorang utusan pada umumnya tidak mudah, atau seorang utusan sering kurang dipercaya alias mudah dicurigai. Para nabi sebagai utusan Allah untuk mewartakan kebenaran-kebenaran pada umumnya juga menghadapi aneka tantangan, masalah, bahkan menghadapi ancaman untuk dibunuh juga. Yesus juga merupakan ‘Utusan’, yang telah menerima segala sesuatu dari ‘Bapa’ untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia di bumi. Namun tidak semua orang percaya kepada pewartaanNya, ada yang menerima dan ada yang menolakNya. Barangsiapa percaya kepadaNya akan menerima hidup mulia selamanya, kekal di sorga. Memang percaya kepadaNya tidak cukup berhenti di mulut atau pikiran saja, melainkan harus menjadi nyata dalam tindakan atau perilaku. Maka para bapa Konsili Vatican II mengajarkan bahwa “mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta GerejaNya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendakNya yang mereka kenal melalui suara hati  dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal” (Vatican II: LG art.16). Untuk secara konkret melakukan apa yang benar dalam dan melalui perbuatan nyata pada masa kini kiranya menghadapi tantangan berat, mengingat dan memperhatikan kebanyakan orang suka omong tetapi tidak melakukan apa yang mereka omongkan, suka mengajarkan tetapi tidak melaksanakan sendiri apa yang telah diajarkan. Kebenaran yang berasal dari Allah juga dapat kita temukan dalam diri orang yang sungguh menghayati rahmat kenabian imannya dalam dan melalui cara hidup dan cara bertindak. Marilah kita hayati rahmat kenabian dan kemartiran iman kepercayaan kita.
  • "Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia. Allah nenek moyang kita telah membangkitkan Yesus, yang kamu gantungkan pada kayu salib dan kamu bunuh. Dialah yang telah ditinggikan oleh Allah sendiri dengan tangan kanan-Nya menjadi Pemimpin dan Juruselamat, supaya Israel dapat bertobat dan menerima pengampunan dosa. Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang mentaati Dia.” (Kis 5:29-32), demikian kata Petrus bersama rasul-rasul lainnya menanggapi ancaman tokoh-tokoh dan pemuka Yahudi. Taat setia kepada Allah itulah panggilan kita semua umat beriman. Dengan ini kami mengajak dan mengingatkan segenap umat beriman untuk menghayati ketaatan dan kesetiaan kepada Allah dalam dan melalui cara hidup dan cara bertindak setiap hari dimana pun dan kapan pun. Hari-hari ini mendekati ujian-ujian sekolah serta penentuan hasil ujian direncanakan. Hampir setiap tahun terjadi bahwa pemberian nilai ujian, entah ujian sekolah maupun ujian nasional, tidak sesuai dengan kebenaran, dan pada umumnya di ‘mark-up’, agar kelihatan sukses dalam karya pendidikan. Para guru maupun kepala sekolah pada umumnya lebih mentaati perintah atasan-atasan mereka, yang berarti melakukan ‘mark-up’ nilai ujian alias melakukan kebohongan daripada setia pada hasil konkret dari para peserta ujian. Sungguh memprihatinkan bahwa kebohongan-kebohongan sudah mendarah-daging di dalam diri pelaksana dan pengelola sekolah, dan tentu saja yang menjadi korban adalah peserta didik atau generasi muda. Jika di masa muda,  masa belajar di sekolah, sudah biasa diajak berbohong, maka tidak mengherankan ketika mereka telah dewasa serta memiliki jabatan dan kedudukan kemudian melakukan kebohongan dan korupsi. Marilah kita perangi dan berantas kebohongan-kebohongan di sekolah-sekolah, dijajaran Departeman Pendidikan.

“Wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi. Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya.TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu” (Mzzm 34:17-20)