You are here : Home Renungan Renungan Oleh Rm. Ign. Sumarya, SJ Kamis Putih, 28 Maret 2013

Kamis Putih, 28 Maret 2013

Kamis Putih: Kel 12:1-8.11-14; 1Kor 11: 23-26; Yoh 13:1-15

“Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.”

Setiap Kamis Putih saya senantiasa ingat akan pengalaman konkret ketika saya bertugas sebagai Ekonom Keuskupan Agung Semarang ada kesempatan pergi ke Eropa guna mencari dana serta memberi informasi kepada para donater perihal situasi pastoral wilayah Keuskupan Agung Semarang. Di negara-negara yang sempat kami kunjungi, kami senantiasa menginap di rumah-rumah Serikat Yesus, dan secara kebetulan menginap di rumah Provinsialat dan ketika di Roma menginap di rumah Jendralat SJ. Pengalaman yang sungguh mengesan adalah ketika makan bersama, dimana Provinsial maupun Jendral yang melayani alias para pembesar atau pemimpin. Apa yang dilakukan para pemimpin atau pembesar ini kiranya meneladan Yesus ‘sahabat-sahabatnya’ yang dalam perjamuan malam bersama para rasul Yesus melayani para rasul serta membasuh kaki mereka, pemimpin pesta atau perjamuan yang melayani itulah kiranya yang juga menjadi tradisi orang-orang Yahudi, mengenangkan para leluhur sesuai dengan perintah Allah. Maka pada hari Kamis Putih ini kami mengajak dan mengingatkan siapapun yang berfungsi sebagai pemimpin atau pembesar untuk meneladan Yesus, yang melayani dengan rendah hati.

”Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan.Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu, Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” (Yoh 13:13-14)

Apa yang terjadi dalam perjamuan malam Yesus bersama para rasul di hari Kamis Putih ini antara lain dikenangkan dengan peragaan imam, pemimpin perayaan, membasuh kaki beberapa orang sebagai perwakilan seluruh umat Allah. Kaki adalah bagian anggota tubuh yang paling bawah, yang senantiasa menanggung beban seluruh tubuh dalam berdiri atau berjalan. Kaki juga merupakan anggota tubuh yang bersentuhan langsung pada tanah serta siap sedia untuk menjadi kotor demi seluruh anggota tubuh. Cukup banyak orang masa kini kiranya jarang secara langsung telapak kakinya menyentuh tanah, dan hal itu menunjukkan bahwa kebanyakan orang hidup dan bertindak dengan sombong, kurang rendah hati, lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada orang lain, terutama mereka yang berada ‘dibawah’, yaitu yang miskin dan berkekurangan.

Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, yang mengimani bahwa Yesus adalah Guru dan Tuhan, dipanggil untuk meneladanNya, yaitu ‘saling membasuh kaki’ atau ‘saling melayani’. Tugas pekerjaan utama seorang pelayan pada umumnya memang senantiasa terlibat dalam apa-apa yang kotor dan bertugas membersihkannya, misalnya lantai kotor, pakaian kotor, aneka sarana prasarana hidup sehari-hari yang kotor dst.. Mungkinkah di lingkungan hidup kita  ada yang kotor atau tidak selamat, sebagai yang beriman kepada Yesus Kristus kita dipanggil untuk membersihkan atau menyelamatkannya. Maka pertama-tama dan terutama kami mengajak anda sekalian untuk mengadakan pembersihan lingkungan hidup yang kelihatan. Jika kita peka untuk membersihkan apa yang kelihatan, kiranya kita memiliki kemudahan untuk membersihkan apa yang tidak kelihatan, yaitu apa yang dalam hati, jiwa maupun akal budi.

Secara pribadi kami mengajak dan mengingatkan anda sekalian untuk membersihkan hati, jiwa dan akal budi dari aneka macam kekotoran, yang membuat hati, jiwa dan akal budi kita tidak jernih. Dan kemudian jika hati, jiwa dan akal budi kita sudah jernih kiranya kita akan tergerak atau termotivasi untuk hidup dan bertindak saling melayani dengan rendah hati. Para pemimpin atau pembesar diharapkan memiliki kejernihan hati, jiwa dan akal budi, serta kemudian memberi teladan dalam hal cara hidup dan cara bertindak melayani dengan rendah hati, serta memberi perhatian kepada mereka yang miskin dan berkekurangan secara memadai. Dengan kata lain semakin tinggi jabatan atau kedudukan atau fungsi kami harapkan dapat menjadi teladan dalam penghayatan kerendahan hati. Kepada para orangtua kami harapkan sungguh dapat menjadi teladan kerendahan hati, dan kiranya anda sebagai orangtua memiliki pengalaman mendasar dan mendalam, yaitu ketika harus merawat anak anda ketika masih bayi, dengan kata lain tenaga dan waktu sungguh dipersembahkan kepada yang terkecil. Maka semoga pengalaman tersebut tidak hilang, melainkan terus diperdalam dan diperkembangkan sampai mati.

“Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: "Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!" Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!” (1Kor 11:23-25)

Hari ini juga merupakan peringatan atau pesta para imam (uskup bersama dengan para imam), dan pada hari ini para imam memperbaharui janji imamatnya, untuk berpartisipasi dalam panggilan menjadi ‘raja, nabi dan guru’. Maka pertama-tama kami ucapkan ‘Proficiat, Selamat Pesta’ kepada rekan-rekan imam. Salah satu tugas panggilan imam adalah mempersembahkan Perayaan Ekaristi bagi umat, dan hari ini juga merupakan pemberian anugerah Ekaristi bagi kita semua yang beriman kepada Yesus Kristus. Kutipan di atas mengingatkan kita semua perihal Perayaan Ekaristi, sebagai puncak ibadat kita umat Katolik.

Perayaan Ekaristi adalah tindakan Kristus sendiri dan Gereja, di dalamnya Kristus Tuhan, melalui imam, mempersembahkan diriNya kepada Allah Bapa dengan kehadiranNya secara substansial dalam rupa roti dan anggur, serta memberikan diriNya sebagai santapan rohani kepada umat beriman yang menggabungkan diri dalam persembahanNya” (KHK kan 899 $1). Dari kutipan ini kiranya kata yang baik kita renungkan atau refleksikan adalah “mempersembah-kan diri”. Maka pertama-tama kami mengingatkan dan mengajak rekan-rekan imam untuk sungguh mempersembahkan diri kepada umat melalui aneka cara hidup, cara bertindak dan pelayanan pastoral.

Sebagai seorang imam yang diharapkan menghayati panggilan imamat dengan semangat pelayanan, kami harapkan dengan rendah hati mendengarkan ‘suka duka’ umat yang harus dilayani atau digembalakan. “Gereja yang mendengarkan dan menanggapi”, itulah tema Sidang Agung KWI 2000. Suatu kesadaran dan ajakan bagi rekan-rekan fungsionaris hidup menggereja untuk senantiasa mendengarkan suka duka segenap anggota Gereja. Untuk itu memang diharapkan kepada segenap umat atau anggota Gereja dengan besar hati dan kerelaan siap sedia untuk berbagi pengalaman iman atau hidup kepada para fungsionaris Gereja, sedangkan para fungsionaris Gereja dengan rendah hati mendengarkan sharing pengalaman iman dan hidup para anggotanya serta kemudian mengolah dan menanggapinya dalam bentuk kebijakan atau pelayanan pastoral.

Kepada segenap anggota Gereja atau umat Allah kami harapkan juga saling berbagi pengalaman iman dan hidup, saling curhat. Maka ketika ada pertemuan umat di lingkungan atau wilayah atau stasi hendaknya semuanya berpartisipasi secara aktif dan proaktif. Marilah kita meneladan cara hidup umat perdana sebagaimana diwartakan dalam Kisah Para Rasul ini: “Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa.Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda.Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan” (Kis 2:42-47)

“Ketika itu percayalah mereka kepada segala firman-Nya, mereka menyanyikan puji-pujian kepada-Nya.Tetapi segera mereka melupakan perbuatan-perbuatan-Nya, dan tidak menantikan nasihat-Nya” (Mzm 106:12-13)