You are here : Home Artikel Romo Menyapa SELAMAT BERKARYA DI KAJ, MGR. IGNATIUS SUHARYO

SELAMAT BERKARYA DI KAJ, MGR. IGNATIUS SUHARYO

Berita tentang penunjukan Mgr. Ignatius Suharyo, Pr oleh Bapa Suci Paus Benediktus XVI sebagai Uskup Koajutor Keuskupan Agung Jakarta telah kita dengar beberapa waktu yang lalu.  Ini menandakan bahwa saat Uskup Agung Jakarta, Julius Kardinal Darmaatmadja, SJ memasuki usia pensiun di bulan Desember 2009, Mgr. Ignatius Suharyo akan menggantikan posisi Bapa Kardinal sebagai Uskup Agung Jakarta.

Tentunya, semua unsur dalam Gereja Katolik di Keuskupan Agung Jakarta pun menyambut gembira berita sukacita ini.  Sebagai bagian dari Keuskupan Agung Jakarta, tentunya Paroki Trinitas - Cengkareng pun menyambut dengan penuh syukur dan bahagia Bapa Uskup Koajutor tercinta, Mgr. Ignatius Suharyo, Pr. Selamat datang di Jakarta, Monseigneur! 

Selamat berkarya di Keuskupan Agung Jakarta.  Kami senantiasa mendoakan Monseigneur, semoga Allah Tritunggal Mahakudus senantiasa menyertai karya-karya Monseigneur demi kemuliaan namaNya. (Administrator Website Trinitas)

 

MGR. IGNATIUS SUHARYO, PR: Dari Sedayu ke Jakarta Terus ke Roma?

Makan juadah dari ketan.  Makan udang goreng mentega. Monsinyur pindah ke metropolitan, umat Keuskupan Agung Semarang bangga.

Bagaimana tidak.  Mantan penggembala bebek dan kambing asli Sedayu itu bakal dekat dnegan pusat pemerintahan.  Sifatnya yang rendah hati danlemah lembut pasti mampu menundukkan kerasnya Jakarta.

Padahal, jika menengok ke masa kanak-kanaknya, alumni SD Tarakanita, Bumijo, Yogyakarta itu hampir tidak mau masuk seminari.  Keinginannya sangat sederhana.  Setelah taman SD ingin melanjutkan ke Sekolah Teknik.  

Keinginan tinggal keinginan.  Sang ayah ingin semua anak laki-lakinya mengenyam pendidikan seminari.  Suharyo kecil pun men'somasi': ya kana yen dha kepengin dadi Rama.  Aku ora wae.   Silahkan jika semua ingin jadi imam.  Aku tidak.

Tetapi ia toh manut saja waktu sekolahnya dipindah dari Sedayu ke Yogyakarta.  Irama hidupnya berubah.  Jam 6 pagi harus sampai di stasiun agar tidak ketinggalan kereta api dari Purwokerto.  Setiap hari pulang pergi naik kereta api.  

Tentu tidak terlupakan pengalaman berada di Seminari Kecil Mertoyudan, Magelang.  Namanya anak-anak baru lulus SD, tidak sedikit yang menangis rindu orangtua, keluarga dan akhirnya meninggalkan bangku seminari.

Suharyo tetap tegar.  Meski sempat 'oleng' juga waktu ada 18 teman yang keluar berbarengan.

Apakah aku akan terus?  "Jalan terus!"  Mungkin itulah perintah dari LAngit yang menguatkan langkah meniti jalan panggilan.

Dan memang bukan hanya sekali itu saja ia melihat teman-teman seminari belok arah memilih jalan lain.  Waktu di Seminari Tinggi St. Paulus pun peristiwa yang sama terulang.

Tetapi, Suharyo adalah Suharyo, Su, berarti punya banyak kelebihan.  Haryo berarti orang yang berjiwa bangsawan.  

Berbahagialah keluarga besar Florentinus Amir Hardjadisastro.  Berbahagialah umat Katolik Gereja St. Theresia Sedayu, Yogyakarta.  Berbahagialah umat Katolik di Keuskupan Agung Semarang.  Karena kalian semua pernah memiliki seorang Mgr. Ign. Suharyo.

Hemm.  Jadi Uskup Agung di KAJ.  Meski tidak boleh nggege mangsa, tetapi gelar Kardinal bolehlah diharap segera tersampir di atas pundaknya.

Kalau sudah Kardinal, maka jalan menuju Roma sudah terbuka.  Duduk di Takhta Suci Vatikan bukan suatu kemustahilan.  Jika Kuasa Langit menghendaki, tak ada kekuaan lain bisa menghalangi.  

Ah, Monsinyur Suharyo. Siapa tahu, ya siapa tahu, suatu saat nanti ada Paus kelahiran Sedayu.

Siapa tahu, Monsinyur.

(Budi Sardjono, Ziarah Iman, Majalah Utusan No. 10, Tahun ke-59, Oktober 2009, Penerbit Kanisius)