You are here : Home Artikel

Selamat Idul Fitri 1432 H

Akhir bulan puasa Ramadhan adalah merupakan sebuah kesempatan yang menggembirakan bagi Dewan Kepausan untuk Dialog Antar Umat Beragama untuk mengirimkan ucapan Selamat yang paling tulus kepada Anda dengan harapan, agar segala upaya yang telah dilakukan dengan senang hati selama bulan ini akan menghasilkan buah-buah rohani yang diidam-idamkan.

Add a comment
Readmore

Pahlawan kota Solo dan Yogyakarta

Banyak pahlawan nasional yang kita kenal.  Untuk menyambut Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, kami sajikan 2 Pahlawan Nasional Indonesia yang beriman Katolik untuk lebih menyadarkan kita akan tugas dan kewajiban kita sebagai Warga Negara Indonesia.  Jadilah 100% Katolik, 100% Indonesia!

Ignatius Slamet Riyadi lahir di Surakarta, 26 Juli 1927.  Setelah tamat dari Sekolah Pelayaran Tinggi, ia sempat menjadi navigator kapak kayu.

Pada 1942, saat Jepang menduduki Indonesia, Slamet Riyadi meninggalkan pekerjaannya untuk mengobarkan perlawanan.  Setelah diangkat sebagai Komandan Resimen I Divisi X, ia bertugas merebut kekuasaan politik dan militer di kota Solo dari tangan Jepang.  Ketika terjadi Agresi Militer Belanda, taktik gerilya yang diterapkannya membuat Belanda kewalahan.

Add a comment

Readmore

Pendidikan Anak di Sekolah "Saja" Sudah Cukupkah???

CATATAN HARIAN SEORANG ANAK SMA

Hari ini sekolahku libur....

Hari Jumat minggu kemarin adalah hari yang paling membuat setiap siswa di sekolahku deg-degan, karena pada hari itu laporan hasil belajar kami dibagikan dan jika laporan itu berisi nilai-nilai yang buruk, berarti kami harus tidak naik kelas, tapi jika sebaliknya maka kami naik kelas. Di saat semua teman-temanku sudah mendapatkan laporan itu, aku bingung karena aku tidak mendapatkannya. Setelah aku selidiki ternyata aku belum bayar uang sekolah. Kutelepon orangtuaku yang sedang berada di luar kota, mereka mengatakan akan segera mentransfer uang sekolahku  hari itu juga,mereka lupa atau karena apa - aku tidak tau . Maka selasai sudah masalah uang sekolah.

Keesokan harinya aku bangun sekitar jam 08:30 dan segera berangkat ke sekolah dengan semangat. Karena aku sudah tidak sabar ingin melihat hasil kerjaku selama 1 semester ini. Tetapi setibanya aku di sekolah aku sungguh kecewa karena meskipun uang sekolah sudah kubayarkan, aku masih juga belum bisa mengambil raport. Aku masih harus menunggu seseorang  untuk dapat mengambil raportku tersebut. Aku menunggu dia sejak jam 09:00 sampai jam 13:00. Betapa bosannya aku menunggu  lama sekali, tapi apa boleh buat demi raportku, aku rela menunggu.

Add a comment

Readmore

Menjadi Orang Tua 17 Menit

Sebut saja namanya Ibu Tika (35 thn), yang kewalahan melihat putranya enggan menyelesaikan tugas sekolahnya. Padahal, menurut ibu dari dua anak ini, dirinya sudah berkorban banyak bagi kemajuan belajar anak-anaknya. Mulai dari menyiapkan sarapan pagi, mengantar anak ke sekolah dan menemaninya mengerjakan PR di malam hari. Kesibukannya sebagai manajer di sebuah perusahaan multi-nasional memang membatasi waktu dan ruang gerak ibu ini untuk menemani kedua putranya bermain.

Di sisi lain, suaminya bekerja 13 jam sehari, enam hari seminggu. Memang secara finansial, kondisi ekonomi keluarga Bu Tika terjamin. Namun yang menjadi kendala saat ini adalah putra sulungnya, Anto (10 thn) yang semakin banyak ‘bertingkah,’ mulai dari malas mengerjakan PR, sering bolos sekolah dan ‘menentang’ orangtua dan gurunya.

Sedih hati Ibu Tika melihat putranya memancarkan rasa benci yang mendalam terhadap disiplin yang diterapkan oleh kedua orangtuanya. Dulunya, Anto seorang putra yang tekun dan patuh pada orangtua.

Add a comment

Readmore

Pendidikan Anak dan Kesibukan Orangtua

Awal Juni 2011 sepasang suami-isteri terlibat pembicaraan serius dengan seorang guru wali kelas saat konsultasi penerimaan rapor di sebuah ruangan. Pasalnya, anak mereka dinyatakan tidak berhasil dalam belajar dan dengan demikian tidak dapat naik kelas. Mereka tidak bisa menerima keputusan tersebut bahkan menyalahkan pihak sekolah karena merasa tidak pernah diberitahukan perihal perkembangan anaknya selama ini. Sementara menurut pihak sekolah melalui karyawan  Tata Usaha sudah beberapa kali melayangkan panggilan kepada kedua orangtua tetapi mereka tidak meluangkan waktu di sela kesibukannya untuk menanggapi panggilan tersebut. Perdebatan terhenti karena antrian orangtua lain yang sudah menunggu giliran mulai tak sabar dan merangsek mendekati meja tempat berkonsultasi. Setelah menyimak keterangan wali kelas, mendadak suami isteri itu mulai saling menyalahkan pasangannya. Sang Bapak menyalahkan si Ibu karena tidak hadir pada pertemuan pembinaan bersama guru bimbingan konseling di sekolah. Sementara sang Ibu menyalahkan si Bapak karena selalu beralasan sibuk dalam pekerjaan. Setelah mulai menyadari kesalahan mereka, keduanya mundur meninggalkan ruangan konsultasi.

Ilustrasi di atas mungkin pernah kita temui di sekolah pada saat pembagian rapor kenaikan kelas di akhir semester genap. Pada saat tersebut, setiap orangtua berharap anak-anaknya mendapatkan laporan hasil belajar yang baik dan bisa naik kelas atau lulus. Ini tentu beralasan karena  mereka menginginkan anak-anak memiliki masa depan yang lebih baik. Selain alasan biaya sekolah yang tidak sedikit, masih banyak kerugian lain yang harus ditanggung orangtua jika anaknya harus mengulang di jenjang kelas yang sama. Maka, sebagian orangtua yang sangat sibuk dengan berbagai aktivitas berupaya mengantisipasinya dengan mengikutsertakan anak-anaknya pada bimbingan belajar atau les privat untuk beberapa mata pelajaran di sore hari seperti Matematika, Bahasa Inggris, IPA, bahasa asing lainnya, Seni Musik, atau keterampilan lain. Adalah kebanggaan orang tua bila anak-anaknya dapat merebut peringkat terbaik di sekolah, atau setidaknya menjuarai bidang-bidang keterampilan tertentu. Di tengah kerasnya persaingan global industri moderen yang semakin kuat, semakin membuat orang tua memikirkan dan menyiapkan investasi bagi buah hatinya. Sejak dini anak-anak harus memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Sementara kesibukan dunia kerja orangtua yang saat ini menyita waktu, tenaga, dan pikiran memaksa mereka untuk melakukan pendampingan dengan cara yang paling memungkinkan, yaitu mengikutkan anak-anaknya pada bimbingan belajar atau les. Setidaknya, ketika anak-anak memiliki kegiatan les setelah waktu sekolah membuat mereka tetap belajar dan mendapat pendampingan dari ‘guru les’ sehingga orangtua lebih tenang bekerja.

Memang, pendampingan belajar oleh orangtua sendiri berbeda dibandingkan dengan para guru les atau orang lain. Sekalipun para pendamping belajar memiliki kualitas profesional, peran orangtua tetap tak tergantikan. Di ruang konseling sekolah sering terdengar keluhan peserta didik bahwa dengan banyaknya les di sore hari, mereka kehilangan waktu bermain dan istirahat, malahan ada yang merasa ikut les atau bimbel sebagai tambahan beban belajar. Ada banyak PR yang diberikan para guru mata pelajaran, ada tugas kelompok, ada tugas prakarya dan sejenisnya. Mereka sering kesulitan dalam mengatur jadwal serta mengatur prioritas tugas dan belajar. Padahal maksud orangtua adalah supaya anak-anak tidak bermalas-malas atau menggunakan waktu bermain secara berlebihan. Melalui kegiatan les, orangtua berharap tugas-tugas justru dapat diselesaikan pada saat itu. Banyak orang tua yang berpikiran sangat maju dan ingin sebanyak mungkin memberikan pengetahuan dan pengalaman yang terbaik bagi anak-anaknya, sehingga pengetahuan apa pun ingin diberikannya. Bahkan banyak orangtua yang sering merasa sudah ‘bebas’ bila sudah memberikan uang cukup bagi pendidikan anak-anaknya. Maka ada baiknya menimbang kembali segi baik-buruk dalam menangani problem belajar anak-anak dalam keluarga.

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang dicapai melalui proses interaksi antar sesama manusia. Anak-anak bertumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa yang mampu bepikir dan bersosialisasi dengan baik. Bahkan ‘pendidikan berlangsung sepanjang hayat’ - artinya, setiap orang melakukan pembelajaran seluas-luasnya dan terus-menerus agar mampu hidup. Manusia di abad moderen dipacu untuk meng-upgrade diri  agar mampu bersinergi dalam masyarakat mengikuti perkembangan zaman yang sangat pesat. Orang dewasa bertanggungjawab terhadap anak-anak muda dengan memberikan bekal pengetahuan untuk mengembangkan diri sesuai talenta yang dimilikinya. Hal yang tidak mudah adalah memberikan bekal dengan cara yang benar dan sesuai dengan tahap perkembangan anak.

Sekolah reguler yang ada meliputi jenjang pendidikan dasar, menengah pertama, menengah atas, serta perguruan tinggi. Sementara sekolah non-reguler juga mulai banyak ditawarkan seperti lembaga-lembaga kursus dan berbagai lembaga pelatihan. Keduanya menyiapkan generasi bangsa yang handal dan siap untuk terjun ke  masyarakat. Sekolah dan Perguruan Tinggi memiliki kurikulum yang standar, yang dapat diketahui dan dipelajari peserta didik. Namun lembaga kursus memiliki kurikulum khusus yang ditawarkan dan dapat dipilih sesuai kebutuhan. Kehadiran lembaga-lembaga pendidikan tersebut saling melengkapi kebutuhan dunia pendidikan. Sekalipun dengan fasilitas moderen dan lengkap lembaga-lembaga pendidikan yang ada memiliki keterbatasan. Yang sering dilupakan adalah peran keluarga sebagai lembaga pendidikan utama. Keluarga selayaknya memiliki konsep dan kurikulum sendiri bagi setiap anggota keluarga. Jika sekolah bisa, keluarga pun bisa. Hal ini dapat disusun dan direncanakan bersama anggota keluarga, sehingga setiap anggota keluarga dengan segala keunikannya dapat memperoleh pendidikan di tingkat keluarga dengan lebih sesuai. Misalnya, anak pertama yang duduk di kelas 7 SMP pada tahun ini ditargetkan mengikuti kegiatan Putra Altar karena selama ini kurang bergaul dengan sesama anak Katolik. Dengan mengikuti kegiatan tesebut diharapkan anak memiliki komunitas yang lebih terarah.  Anak kedua yang duduk di kelas 5 SD penguasaan Matematikanya masih lemah dan perlu les tambahan. Anak ketiga memiliki talenta musikal yang baik maka perlu diberikan pelatihan keterampilan bermusik. Sang bapak karena tuntutan peningkatan kualitas manajerial dalam pekerjaan memilih studi lanjutan. Sang Ibu yang memiliki cukup waktu dan ingin meningkatkan pelayanan kepada keluarga belajar memasak secara mandiri.

Ada banyak keluarga yang sudah mampu mengatur hal ini dengan baik, temasuk juga mengatur pendidikan rohani anak-anaknya. Misalnya dengan menetapkan anak-anaknya mengikuti salah satu kegiatan di Paroki seperti Sekolah Minggu (SBI), Legio Ekaristi, Misdinar/Putera Altar, Antiokhia, OMK. Namun masih banyak keluarga yang masih membiarkan anak-anak menemukan pengalamannya sendiri dan belum memberikan perhatian pada pendidikan dan pengalaman rohani anak-anak melalui kegiatan-kegiatan di Lingkungan, Wilayah, atau Paroki.

Komunikasi dalam keluarga menjadi sarana sentral dari keberhasilan pembinaan dan pendidikan keluarga. Kalau di rumah anak-anak sudah terbiasa dengan pola komunikasi yang baik dengan setiap anggotanya, maka di sekolah mereka pasti juga melakukan interaksi yang baik sebagaimana dilakukannya di rumah. Anak-anak sangat mahir mengkomunikasikan setiap pengalaman dan perasaannya dengan bercurhat satu sama lain empat mata di sudut-sudut sekolah bahkan lewat dunia maya. Membagikan kegembiraan dan kesedihannya kepada teman akan sangat membantu perkembangan kedewasaan mereka. Apalagi berbagi dengan anggota keluarganya pasti akan sangat bermanfaat bagi keharmonisan keluarga.

Waktu bermain bagi anak perlu dipandang secara positif dalam kaitannya dengan kebutuhan mereka untuk berinteraksi. Pengalaman bermain dengan teman sebaya merupakan pembelajaran yang amat baik yang patut mendapatkan porsi yang cukup. Pada saat bermain anak berlatih berkomunikasi dengan berbagai suasana dan emosi. Kadang sangat mudah tertawa terbahak-bahak, tetapi sebentar kemudian berkomunikasi dengan wajah cemberut dan bahkan saling berteriak dan bertengkar. Dalam situasi ini anak saling belajar mengolah emosi, merasakan kegembiraan yang khas bagi perkembangan jiwa anak-anak,  memberi ruang terbuka dalam menyelesaikan masalah ketika mereka mempertengkarkan sesuatu. Tentu anak-anak yang kurang mempunyai pengalaman ini  akan berbeda dengan mereka  yang terbiasa berinteraksi. Pengalaman baik pada usia muda akan menjadi bagian yang indah dalam jiwa dan kehidupan manusia.

Paradigma baru dalam mendidik anak-anak untuk lebih mandiri dan memiliki daya juang di masa depan kiranya perlu ditemukan dengan lebih cermat. Betapapun pekerjaan menyita hampir seluruh waktu yang ada, perlu menyisihkan waktu untuk mendampingi anak secara langsung. Memberikan sentuhan dan siraman bak merawat bunga di taman. Sebelum layu di terpa angin dan teriknya mentari kehidupan. Keluarga kita jadikan figura indah bagi potret segenap anggotanya.

Kita sambut baik hadirnya Seksi baru di Paroki yang akan mendalami dan menggarap hal-hal yang menyangkut kepentingan dunia pendidikan di tingkat Paroki. Semoga kehadirannya turut memberi sentuhan dan warna bagi pengembangan pendidikan anak-anak bangsa dan Gereja. (Gerardus Maria Rosariyanto, Kepala Sekolah SMP Bintang Kejora, Taman Cengkareng Indah)

(Sumber: Majalah Sabitah Edisi 49, July-Agustus 2011)

Add a comment
Page 57 of 91