You are here : Home Renungan Renungan Oleh Rm. Ign. Sumarya, SJ Minggu, 03 Juni 2012

Minggu, 03 Juni 2012

HR TRITUNGGAL MAHAKUDUS: Ul 4:32-34.39-40; Rm 8:14-17; Mat 28:16-20

“Jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”

“Kebenaran wahyu mengenai Tritunggal Mahakudus, sejak awal mula adalah dasar pokok iman Gereja yang hidup, terutama karena Pembaptisan. Ia terungkap dalam syahadat Pembaptisan yang dirumuskan dalam kotbah, katekese dan doa Gereja. Rumusan-rumusan yang demikian itu sudah ada dalam tulisan-tulisan para Rasul, seperti salam yang diambil alih ke dalam perayaan Ekaristi:’Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus dan kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian(2Kor 13:13)’” (Katekismus Gereja Katolik no 249). Tritunggal Mahakudus merupakan misteri dan sebagai misteri memang tak mungkin dapat difahami secara rational sepenuhnya, melainkan hanya dapat diimani. Beriman berarti mempercayakan diri sepenuhnya kepada ‘sesuatu’ yang tak dapat kita fahami atau mengerti secara rational, tetapi dihayati dalam cara hidup dan cara bertindak. Maka para Hari Raya Tritunggal Mahakudus hari ini kami mengajak anda sekalian untuk mawas diri perihal penghayatan iman kita masing-masing didalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari, dan sebagai orang Katolik perkenankan saya membagikan pengalaman secara Katolik juga.

“Jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Mat 28:19-20)

Setiap kali kita berdoa senantiasa diawali dan diakhiri dengan membuat tanda salib sambil berkata “Dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus”, demikian juga mengawali dan mengakhiri tugas atau pekerjaan. Membuat tanda salib berarti menepuk dahi, dada dan bahu, yang melambangkan pikiran, semangat/jiwa dan kekuatan atau tenaga. Maka mengawali dan mengakhiri suatu kegiatan, entah doa atau kerja, dengan membuat tanda salib berarti akan melaksanakan kegiatan tersebut dalam nama Allah, sesuai dengan kehendak dan perintah Allah. Dengan kata lain, entah dengan berdoa atau bekerja kita semakin berbakti kepada Allah, semakin suci. Segala sesuatu yang kita kerjakan atau yang menyertai kita juga kita baktikan sepenuhnya kepada Allah, sehingga lingkungan hidup dan kerja bagaikan lingkungan beribadat.

Tritunggal Mahakudus adalah Misteri Cintakasih, maka beriman kepadaNya berarti senantiasa hidup dan bertindak saling mengasihi, sebagaimana diajarkan oleh Yesus dalam ajaranNya yang utama dan pertama-tama, antara lain: “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5:44). Beriman kepada Tritunggal Mahakudus ada kemungkian dibenci atau dimusuhi orang lain, namun tidak membenci dan memusuhinya melainkan mengasihi mereka yang membenci dan memusuhi tersebut. Orang tidak mungkin membenci kita jika mereka tidak memboroskan waktu dan tenaganya bagi kita, dan hemat saya pemborosan waktu dan tenaga merupakan wujud utama dari cintakasih, yang tak dapat digantikan oleh cara lain apapun. Maka hayatilah kebencian dan permusuhan orang lain sebagai cintakasih mereka terhadap kita dan sikapilah dengan syukur dan terima kasih. Demikian juga setia pada iman akan Tritunggal ada kemungkinan akan teraniaya, yang secara konkret berarti tak terfahami, maka baiklah kita doakan mereka yang tidak mampu memahami tersebut dengan rendah hati dan lemah lembut. Apapun yang kita lakukan maupun katakan hendaknya senantiasa dalam Allah, bersama dan bersatu dengan Allah.

Hendaknya kita juga tidak takut dan gentar dalam menghadapi aneka macam ancaman, tekanan atau intimidasi karena kesetiaan pada iman, karena Allah senantiasa menyertai dan mendampingi kita terus menerus. Hadapi dan sikapi segala macam dan bentuk ancaman, tekanan dan intimidasi dalam dan bersama Allah, karena dengan demikian kita akan mampu mengatasinya, dan mereka yang mengancam, menekan serta mengintimidasi pasti akan berbalik mengasihi kita dan dengan demikian bersahabat dan bersaudara dengan kita kapan pun dan dimana pun. Sikapi dan hadapi mereka yang mengancam, menekan dan mengintimidasi sebagai salah satu bentuk penyertaan dan kasih Allah kepada kita.

Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah. Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!" Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah. Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia” (Rm 8:14-17)


Beriman kepada Tritunggal Mahakudus berarti hidup dipimpin oleh Roh Kudus dan dengan demikian hidup dan bertindak menghayati nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh Kudus, yaitu “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal 5:22-23). Nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan ini hemat saya masa kini sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan melalui cara hidup dan cara bertindak kita dimana pun dan kapan pun. Menjadi saksi atas nilai-nilai atau keutamaan-keutaman tersebut itulah yang menjadi panggilan dan tugas pengutusan sebagai orang-orang yang beriman kepada Tritunggal Mahakudus.

Menjadi saksi sebagaimana saya katakan diatas berarti juga menjadi suci atau kudus, karena yang kita imani adalah Mahakudus. Dari nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh Kudus di atas, manakah nilai atau keutamaan yang sungguh mendesak dan up to date di lingkungan hidup dan kerja kita masing-masing?. Hemat saya yang penting adalah masalah kesetiaan, mengingat dan memperhatikan cukup banyak orang tidak dan kurang setia dalam cara hidup maupun cara kerja. ”Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat. Ini diwujudkan dalam perilaku tetap memilih dan mempertahankan perjanjian yang telah dibuat dari godaan-godaan lain yang lebih menguntungkan” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24-25).


Pertama-tama dan terutama kami mengajak dan mengingatkan mereka yang berkeluarga, para suami-isteri untuk setia pada janji perkawinan yang telah dibuatnya, tidak selingkuh, bercerai atau berpisah. Kesetiaan anda sebagai suami-isteri akan menjadi teladan atau panutan bagi anak-anak anda, dan ketika anak-anak tumbuh berkembang menjadi dewasa, terpanggil untuk jalan hidup atau panggilan apapun pasti akan setia menghayatinya. Para imam, bruder maupun suster hendaknya juga setia pada panggilan dan tugas pengutusan masing-masing, sehingga juga menjadi teladan kesetiaan bagi umat yang harus dilayaninya. Sedangkan para pelajar maupun mahasiswa kami harapkan setia dalam belajar sehingga sukses dan berhasil dalam belajar. Para pekerja atau pegawai setia pada tugas dan kewajibannya, tidak bermalas-malas di tempat kerja.


Sebab itu ketahuilah pada hari ini dan camkanlah, bahwa TUHANlah Allah yang di langit di atas dan di bumi di bawah, tidak ada yang lain. Berpeganglah pada ketetapan dan perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu dan keadaan anak-anakmu yang kemudian, dan supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk selamanya." (Ul 4:39-40). Kutipan dari kitab Ulangan ini kiranya menjadi peneguh dan peringatan bagi kita semua untuk senantiasa ‘berpegang pada ketetapan dan perintah Allah’ kapan pun dan dimana pun. Perintah dan ketetapan Allah antara lain dapat kita temukan dalam Kitab Suci kita masing-masing.


“Sebab firman TUHAN itu benar, segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan. Ia senang kepada keadilan dan hukum; bumi penuh dengan kasih setia TUHAN.Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulut-Nya segala tentaranya. Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada” (Mzm 33:4-6.9)