You are here : Home Renungan

Selasa, 29 Mei 2012

"Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!"

(1Pet 1:10-16; Mrk 10:28-31)

“Berkatalah Petrus kepada Yesus: "Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!" Jawab Yesus: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu." (Mrk 10:28-31), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Kutipan Warta Gembira hari ini kiranya baik untuk dijadikan refleksi bagi mereka yang terpanggil untuk menjadi imam, bruder atau suster, maupun para orangtua yang anaknya tergerak atau memiliki keinginan untuk menjadi imam, bruder atau suster. Sering ada komentar atau keluh kesah ketika ada anak yang terpanggil menjadi imam, bruder atau suster, orangtua merasa kehilangan seorang anak. Terpanggil menjadi imam, bruder atau suster sekilas memang tidak ada lagi ikatan darah dengan orangtua maupun keluarganya, padahal dalam kenyataan relasi spiritual lebih handal dan kuat daripada relasi darah dan daging. Pengalaman saya pribadi sebagai seorang imam tidak pernah merasa jauh dari orangtua maupun keluarga, melainkan setiap hari berrelasi yaitu dengan mendoakannya. Secara social kami pun memiliki banyak sahabat dan rekan, yang tak terhitung jumlahnya. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan para imam, bruder atau suster untuk setiap hari mendoakan orangtua maupun kakak dan adiknya, sedangkan kepada para orangtua kami harapkan dengan penuh syukur berterima kasih kepada Tuhan ketika salah seorang anaknya terpanggil menjadi imam, bruder atau suster. Bahkan kami mengajak para orangtua untuk berpromosi panggilan menjadi imam, bruder atau suster, antara lain dengan membina dan mendidik anak-anak untuk peka akan orang lain alias memiliki kepedulian pada orang lain, terutama bagi mereka yang miskin dan berkekurangan. “To be man or woman with/for others”, itulah yang hendaknya menjadi acuan bagi para orangtua dalam mendidik dan mendampingi anak-anaknya.


· Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus” (1Pet 1:14-16). Marilah anak-anak kita didik dan dampingi untuk menjadi ‘anak-anak yang taat dan tidak menuruti hawa nafsu’, sehingga menjadi kudus atau suci. Kudus atau suci berarti dipersembahkan seutuhnya kepada Tuhan, karena anak juga merupakan anugerah Tuhan. Saya percaya ketika anak baru saja dilahirkan adalah kudus atau suci adanya, dan memang semakin tambah usia atau besar karena pengaruh lingkungan ternyata juga semakin tambah dosanya alias ada kecenderungan tidak suci lagi. Kami berharap agar lingkungan hidup keluarga dapat membantu dan memotivasi anak-anak untuk tumbuh berkembang menjadi pribadi yang kudus atau suci. Untuk itu orangtua atau bapak-ibu hendaknya dapat menjadi teladan hidup suci bagi anak-anaknya, setia hidup saling mengasihi sebagai suami-isteri sampai mati. Sebagai orang beriman dan beragama hendaknya didalam keluarga setiap hari diselenggarakan doa bersama, saling mendoakan satu sama lain, syukur juga dapat diadakan pendalaman iman atau kitab suci, saling berbagi pengalaman iman. Sebagai rector Seminari Menengah Mertoyudan saya sangat terkesan akan sharing seorang seminaris, dimana tiga bersaudara tergerak untuk menjadi imam dan suster: dua anak laki-laki yang satu telah menjadi frater SJ dan adiknya saat ini diterima sebagai novis SJ, sedangkan adiknya/si bungsu, perempuan juga akan menjadi suster. Semoga nafsu-nafsu duniawi seperti seks, narkoba, semangat materialistis tidak menjiwai seluruh anggota keluarga.

Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah dikerjakan kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya yang kudus. TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa. Ia mengingat kasih setia dan kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah melihat keselamatan yang dari pada Allah kita.Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah!” (Mzm 98:1-4)

Add a comment

MAMA: Minyak - Air - Merpati - Api

Dalam Syahadat Iman yang diakui oleh Gereja Katolik sedunia, terdapat sebuah penggalan kalimat, “Aku percaya akan Roh Kudus”. Disinilah Gereja mengajak kita untuk benar-benar meyakini adanya Roh Kudus.

Roh Kudus sendiri dalam pengertian dan pengartian Perjanjian Lama kerap mempunyai tiga arti. Pertama: (qadosy) yang berarti 'bersifat kudus atau khusus' (Keluaran 29:31).

Kedua, (ruakh elohim), yang berarti  'Roh Allah, nafas Allah, angin Allah’.

Ketiga, (ruakh qadosy), yang berarti 'Roh Kudus' (Kejadian 1:2; Yehezkiel 37:1-14; Yunus 1:4; Zakharia 4:6).

Menegaskan keyakinan ini, St. Ambrosius dalam De mysteriis pernah mengajarkan, “Karena itu, engkau harus ingat bahwa engkau telah menerima pemeteraian oleh Roh: roh kebijaksanaan dan pengetahuan, roh nasihat dan kekuatan, roh pengertian dan kesalehan, roh takut akan Allah; dan peliharalah apa yang telah engkau terima. Allah Bapa telah memeteraikan engkau, Kristus Tuhan telah menguatkan engkau dan memberikan jaminan Roh dalam hatimu” (7,42).

Add a comment
Readmore

Sabtu, 12 November 2011

“Adakah Ia mendapati iman di bumi?"

(Keb 18:14-16; 19:6-9; Luk 18:1-8)

Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu. Kata-Nya: "Dalam sebuah kota ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun. Dan di kota itu ada seorang janda yang selalu datang kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku. Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Tetapi kemudian ia berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun, namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku." Kata Tuhan: "Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu! Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?" (Luk 18:1-8), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Yosafat, uskup dan martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Berdoa merupakan bagian hidup kita sebagai umat beriman atau beragama. Saudara-saudari kita, umat Muslim, memiliki kebiasaan berdoa lima kali sehari, sementara itu kita semua kiranya memiliki kebiasaan berdoa harian, entah itu doa pagi atau doa malam dst.. Berdoa merupakan ungkapan iman kita bahwa Tuhan senantiasa menyertai dan mendampingi perjalanan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita. St Yosafat yang kita kenangkan hari ini dikenal sebagai gembala umat yang berusaha keras mempersatukan umat Allah, sehingga menghadapi perlawanan dari mereka yang tidak senang dan kemudian membunuhnya. Ia adalah korban dan martir pemersatu umat Allah. Hemat saya doa juga mempersatukan kita semua sebagai umat Allah, karena kita sama-sama berdoa kepada Allah Yang Maha Esa. Persaudaraan atau persatuan sejati antara umat beragama juga merupakan wujud iman kita kepada Allah Yang Maha Esa. Ingatlah, sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah korban persaudaraan atau persatuan sejati, yaitu persatuan antara bapak dan ibu kita masing-masing, yang saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh, sehingga bersetubuh dan ada kemungkinan menghasilkan buah kesatuan, antara lain kita ini. Sebagai ‘buah kesatuan’ marilah kita tunjukkan dalam hidup sehari-hari dengan mengusahakan, memperdalam dan memperteguh persatuan dan persaudaraan antar umat beriman atau beragama, antara seluruh bangsa di dunia.

Sebab sementara sunyi senyap meliputi segala sesuatu dan malam dalam peredarannya yang cepat sudah mencapai separuhnya, maka firman-Mu yang mahakuasa laksana pejuang yang garang melompat dari dalam sorga, dari atas takhta kerajaan ke tengah tanah yang celaka. Bagaikan pedang yang tajam dibawanya perintah-Mu yang lurus, dan berdiri tegak diisinya semuanya dengan maut; ia sungguh menjamah langit sambil berdiri di bumi” (Keb 18:14-16). Firman Tuhan “laksana pejuang yang garang melompat dari dalam sorga…Bagaikan pedang yang tajam dibawanya perintahMu yang lurus”, inilah yang kiranya baik kita renungkan atau refleksikan bersama. Sebagai orang beriman dan beragama sungguh-sungguh kiranya percaya kepada semua firman Tuhan. Percaya berarti suka membacakan dan mendengarkan, dan karena Tuhan maha segalanya jika kita sungguh mendengarkan firmanNya maka kita akan dibentuk dan dibina. Dengan kata lain marilah kita sadari dan hayati bahwa firman Tuhan sungguh mendidik dan membina diri kita untuk semakin beriman. Apa yang saya kutipkan dan refleksikan setiap hari adalah firman Tuhan dan saya kirimkan kepada anda semua dengan harapan kita semua semakin beriman, maka semoga apa yang saya sharingkan berguna bagi anda semua untuk semakin beriman. Para imam dan anggota lembaga hidup bakti kiranya setiap hari juga mendengarkan firman Tuhan, entah dalam Perayaan Ekaristi maupun Ibadat Harian. Bacaan singkat dalam Ibadat Harian merupakan ayat-ayat terpilih, maka hendaknya sungguh direnungkan dan kemudian dihayati dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari dimana pun dan kapan pun. Pada minggu-minggu atau hari-hari terakhir dalam Kalendarium Liturgi ini kita diajak mawas diri: sejauh mana iman kita telah tumbuh-berkembang, makin kuat, makin handal, atau kita semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama manusia dimana pun dan kapan pun, apakah kita semakin menjadi pendoa yang benar.

“TUHAN, dengarkanlah doaku, dan biarlah teriakku minta tolong sampai kepada-Mu. Janganlah sembunyikan wajah-Mu terhadap aku pada hari aku tersesak. Sendengkanlah telinga-Mu kepadaku; pada hari aku berseru, segeralah menjawab aku” (Mzm 102:2-3)

Add a comment

Rabu, 09 November 2011

“Jangan kamu membuat rumah BapaKu menjadi tempat berjualan."

(1Kor 3:9c-11.16-17; Yoh 2:13-22)

“ Ketika hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke Yerusalem. Dalam Bait Suci didapati-Nya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ. Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya. Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan." Maka teringatlah murid-murid-Nya, bahwa ada tertulis: "Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku." Orang-orang Yahudi menantang Yesus, katanya: "Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?" Jawab Yesus kepada mereka: "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali." Lalu kata orang Yahudi kepada-Nya: "Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?" Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri. Kemudian, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, barulah teringat oleh murid-murid-Nya bahwa hal itu telah dikatakan-Nya, dan mereka pun percayalah akan Kitab Suci dan akan perkataan yang telah diucapkan Yesus” (Yoh 2:13-22), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan Pesta Pemberkatan Gereja Basilik Lateran hari ini saya sampaikan catatan sederhana sebagai berikut:

· Jiwa atau sikap mental materialistis telah merasuki hidup orang beriman atau beragama, termasuk hidup Gereja Katolik. Di dalam lingkungan Gereja Katolik jika dicermati kiranya dapat dikatakan bahwa ada sementara imam, bruder, suster atau tokoh paroki maupun karya pastoral Gereja Katolik, yang sungguh bersikap mental materialistis. Kebanggaan keberhasilan pelayanan atau karyanya ada pada harta benda atau uang: orang bangga jika dapat menumpuk dana dalam jumlah besar, bangga dengan bangunan gedung serta sarana prasarana modern sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan kata lain ada orang berbisnis atau berdagang dalam karya pelayanan pastoral. "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan.", demikian sabda Yesus yang sungguh keras terhadap orang-orang yang menjadi tempat ibadah untuk berdagang. Maka dengan ini kami mengajak semua umat beragama untuk menegakkan fungsi tempat ibadatnya masing-masing; berantas semua sikap mental dan tindakan bisnis atau berdagang di lingkungan hidup umat beragama maupun tempat ibadat. Marilah kita fungsikan aneka macam harta benda dan uang sebagai sarana yang mendukung kita agar semakin beribadah atau berbakti kepada Tuhan. Kami berharap para pemimpin umat beragama maupun para pembantunya dapat menjadi teladan hidup sederhana, jauh dari sikap mental materialistis.


· Kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah. Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya” (1Kor 3:9c-10).

Paulus memang telah menjadi ‘ahli bangunan manusia’, yang meletakkan dasar-dasar hidup baik dan bermoral pada sekian banyak orang yang telah mendengarkan pewartaannya. Sebagai umat Katolik, orang yang telah dibaptis, pada diri kita masing-masing juga telah diletakkan dasar, yaitu rahmat pembaptisan, dan kita diharapkan terus membangun di atas dasar tersebut, artinya mengisi dan mewujudkan rahmat baptisan dalam hidup sehari-hari dengan setia menghayati janji baptis, yaitu hanya mau mengabdi Tuhan saja serta menolak semua godaan setan. Marilah kita jadikan diri kita ‘bangunan Allah’ yang indah, menarik, mempesona dan memikat, sehingga banyak orang tergerak untuk mendekat dan bersahabat. Semoga tidak hanya kecantikan atau ketampanan tubuh/phisik saja yang menarik, mempesona dan memikat, melainkan lebih-lebih dan terutama adalah kecantikan atau ketampanan hati, jiwa dan akal budi . Marilah bekerjasama dan bekerja keras mempercantik hati dan jiwa kita, antara lain dengan senantiasa melakukan apa yang baik dan benar , menyelamatkan dan membahagiakan. Marilah kita saling mendoakan agar kita semua tetap dalam keadaan baik, benar dan suci, layak disebut ‘bangunan Allah’ dimana orang yang melihat saya akan tergerak untuk berbakti kepada Allah serta berbuat baik kepada saudara-saudarinya. Dengan rendah hati pada hari Pesta Pemberkatan Basilik Lateran, Gereja pribadi Paus, ini doakanlah saya, orang yang lemah, rapuh dan berdosa ini boleh menjadi imam yang layak dan setia untuk melayani umat Allah dimanapun dan kapanpun.

Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti.Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut;.. Kota Allah, kediaman Yang Mahatinggi, disukakan oleh aliran-aliran sebuah sungai. Allah ada di dalamnya, kota itu tidak akan goncang; Allah akan menolongnya menjelang pagi.”

(Mzm 46:2-3.5-6)

Add a comment

Selasa, 08 November 2011

(Keb 2:23-3:9; Luk 17:7-10)

"Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum. Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Luk 17:7-10), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Ketaatan dan kesetiaan itulah dua keutamaan yang hendaknya kita refleksikan sesuai dengan Warta Gembira hari ini. “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan”, inilah kata-kata yang hendaknya menjadi pegangan hidup dan cara bertindak kita kapan pun dan dimana pun. “Aku sendiri pun berkeinginan agar kalian lengkap sempurna dalam setiap keutamaan dan anugerah rohani. Namun, pertama-tama agar kalian menjadi unggul dalam keutamaan ketaatan”, demikian kutipan surat Ignatius Loyola kepada para pengikutnya. Taat satu sama lain akan menghasilkan atau berbuahkan kehidupan bersama yang membahagiakan, menarik dan mempesona bagi orang lain; kehidupan bersama dijiwai oleh kesatuan hati dan budi, sehingga segar dan sehat. Kita dapat belajar dari anggota-anggota tubuh kita yang taat satu sama lain, dan masing-masing anggota setia di tempatnya masing-masing. Atau kita juga dapat bercermin pada para hamba, pelayan atau pembantu rumah tangga/komunitas yang baik, yang senantiasa setia dan taat melaksanakan tugas pengutusan apapun yang diberikan kepadanya. Jika mencermati apa yang terjadi di jalanan, yang dilakukan oleh para pengendara sepeda motor maupun mobil atau pejalan kaki, rasanya penghayatan keutamaan ketaatan dan kesetiaan masih memprihatinkan, hal itu nampak dalam pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Bukankah apa yang terjadi di jalanan merupakan cermin kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara? Kami harap ketaatan dan kesetiaan ini sedini mungkin dibiasakan dan dididikkan pada anak-anak dan kemudian diperdalam dan diperkembangkan di sekolah-sekolah.


· “Allah telah menciptakan manusia untuk kebakaan, dan dijadikan-Nya gambar hakekat-Nya sendiri. Tetapi karena dengki setan maka maut masuk ke dunia, dan yang menjadi milik setan mencari maut itu” (Keb 2:23-24). Kita semua dipanggil untuk setia pada jati diri kita sebagai manusia, yaitu sebagai ‘gambar Allah’. Dengan kata lain cara hidup dan cara bertindak kita mencerminkan Allah yang telah menciptakan kita. Sebagai gambar Allah kita diharapkan memiliki dan menghayati ‘budaya kehidupan’ bukan ‘budaya kematian’, kehadiran, sepak terjang dan kesibukan kita senantiasa menggairahkan dan memberdayakan atau menghidupkan saudara-saudari kita maupun lingkungan hidup dimana kita hadir atau berada. Kebalikan dari ‘budaya kehidupan’ adalah ‘budaya kematian’ dimana orang hidup dan bertindak sesuai dengan dorongan setan, dan dengan demikian cara hidup dan cara bertindaknya merusak dirinya sendiri, saudara-saudarinya maupun lingkungan hidupnya; yang bersangkutan menuju ke kebinasaan atau kehancuran. Sebagai umat beriman atau beragama kita semua dipanggil untuk ‘berbudaya kehidupan’ yang menuju ke kebakaan hidup mulia selamanya di sorga. Kami berharap ‘budaya kehidupan’ ini sedini mungkin dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga dengan teladan konkret para orangtua. Berbudaya kehidupan berarti hidup dan bertindak sesuai dengan Roh Kudus dan berbuahkan keutamaan-keutamaan seperti “sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal 5:22-23). Maka para orangtua diharapkan menjadi teladan dalam penghayatan keutamaan-keutamaan di atas ini, antara lain yang mungkin baik kita hayati dan sebarluaskan pada masa ini adalah kebaikan, artinya kapanpun dan dimanapun kita baik adanya serta senantiasa berbuat baik kepada orang lain. Apa yang disebut ‘baik’ senantiasa berlaku secara universal, kapan saja dan dimana saja.

Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong; wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi. Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya.TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.”

(Mzm 34:16-19)

Add a comment
Page 11 of 28