You are here : Home Renungan

Sabtu, 02 April 2011

“Ya Allah kasihanilah aku orang berdosa ini.”

(Hos 6:1-6;  Luk 18:9-14)

 

Kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”(Luk 18:9-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

  • Orang sombong senantiasa memamerkan kemana-mana apa yang telah ia kerjakan atau capai dalam kehidupan ini, misalnya: gelar, kedudukan, kekayaan, pangkat dst.. Yang sering melakukan hal ini pada umumnya adalah para pemimpin, direktur, manajer, dst.., padahal kesuksesan usaha atau peran mereka tak pernah lepas dari jasa dan kinerja sekian banyak orang yang membantunya seperti para pegawai, buruh atau bawahan. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk senantiasa bersikap rendah hati seperti pemungut cukai, yang berdoa kepada Tuhan “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini”. Doa ini mengingatkan kami akan apa yang telah dimaklumkan oleh para Yesuit dalam Konggregasi Jendral ke 32, yang memaklumkan bahwa “Yesuit adalah pendosa yang dipanggil Tuhan untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatan-Nya”. Marilah kita sadari dan hayati bahwa hidup dan segala sesuatu yang menyertai kita, atau kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah anugerah Tuhan yang telah kita terima melalui saudara-saudari kita yang telah berbuat baik kepada kita melalui aneka cara dan bentuk. Karena semuanya adalah anugerah Tuhan, maka tidak ada alasan untuk menjadi sombong, dan jika sombong berarti tidak beriman. Kami berharap kepada mereka yang berpengaruh dalam kehidupan bersama untuk dapat menjadi teladan hidup rendah hati, sebagaimana juga diusahakan dan senantiasa dinyatakan oleh para gembala Gereja Katolik, para uskup bahwa  dirinya adalah hamba yang hina dina.
  • Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran” (Hos 6:6), demikian firman Tuhan melalui nabi Hosea. Kasih setia dan pengenalan akan Allah itulah yang didambakan dari kita semua umat beriman.  Masa Prapaskah juga merupakan kesempatan untuk mawas diri perihal kasih setia dan pengenalan kita akan Allah. Pertama-tama marilah kita kenali, sadari dan hayati bahwa Allah telah mengasihi kita begitu melimpah ruah tanpa batas, dan meskipun kita sering kurang atau tidak mengimani kasihNya Ia tetap setia mengasihi kita, maka Allah adalah yang maha kasih setia. Kami berharap para suami-isteri atau bapak-ibu dapat menjadi teladan dalam penghayatan kasih setia satu sama lain, sebagaimana pernah saling berjanji untuk saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati atau selama-lamanya. Suami-isteri hendaknya bekerjasama dalam mengasihi anak-anaknya, mengingat dan memperhatikan bahwa anak adalah hasil atau buah kerjasama antar suami-isteri. Kebersamaan dalam mengasihi anak akan mengesan bagi anak-anak, dan dengan demikian anak-anak akan tumbuh berkembang dalam kasih setia juga. Setia berarti tidak mengurangi sedikitpun atas apa yang telah dijanjikan. Kasih setia hendaknya juga dihayati oleh para pekerja atau pegawai, para pejabat atau pemimpin, yaitu dengan tidak melakukan korupsi sedikipun. Kata bahasa Latin ‘corruptio’ (1) secara aktif berarti  hal merusak, hal membuat busuk, pembusukan, penyuapan, (2) secara pasif berarti keadaan dapat binasa, kebinasaan, kerusakan, kebusukan, kefanaan, korupsi, kemerosotan. Sedangkan kata bahasa Latin ‘corruptor’ berarti perusak, pembusuk, penggoda, pemerdaya, penyuap. Dari pengartian kata ‘corruptio’ di atas kiranya dapat dipahami arti korupsi,yaitu kemerosotan moral dengan merusak yang lain demi keuntungan diri sendiri Melakukan korupsi berarti melakukan pembusukan.

 

“Engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan; sekiranya kupersembahkan korban bakaran, Engkau tidak menyukainya. Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah. Lakukanlah kebaikan kepada Sion menurut kerelaan hati-Mu bangunkanlah tembok-tembok Yerusalem! Maka Engkau akan berkenan kepada korban yang benar, korban bakaran dan korban yang terbakar seluruhnya; maka orang akan mengorbankan lembu jantan di atas mezbah-Mu

(Mzm 51:18-21)

Add a comment

Jumat, 01 April 2011

"Hukum manakah yang paling utama?"

(Hos 14:2-10; Mrk 12:2-34)

“Seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?" Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: "Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan." Yesus melihat, bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan Ia berkata kepadanya: "Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!" Dan seorang pun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus” (Mrk 12:28-34), demikian kutipan Warta Gembira  hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

  • Aneka macam hukum hemat saya dijiwai oleh kasih dan diundangkan agar mereka yang berada di bawah hukum tersebut hidup saling mengasihi. Yesus mengajarkan kepada kita agar kita menghayati kasih sebagai hukum utama dan pertama, yaitu saling mengasihi “dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu”. Kasih yang demikian ini hemat saya telah dan pernah dihayati oleh suami-isteri yang diikat oleh dan dalam kasih, yaitu ketika sedang memadu kasih dalam hubungan seksual. Hemat saya hubungan seksual sejati merupakan perwujudan kasih sebagaimana diajarkan oleh Yesus. Symbol saling mengasihi antar suami-isteri terjadi ketika sedang saling menerimakan sakramen perkawinan atau  meresmikan relasi berdua sebagai suami-isteri dengan saling mengenakan cincin pada jari manis pasangannya. Cincin yang bulat, tanpa ujung pangkal,  melambangkan kasih tanpa batas alias bebas serta total. Dikenakan pada jari manis dengan harapan mereka yang mengenakannya senantiasa menghadirkan diri secara manis, menarik dan mempesona secara lahir batin. Memang hidup saling mengasihi, ketika sedang memadu kasih dalam hubungan seksual akan terasa manis semuanya. Maka kami berharap kepada para suami dan isteri untuk dapat menjadi saksi kasih, teladan hidup saling mengasihi dengan segenap jiwa, segenap hati, segenap akal budi dan segenap kekuatan. Segenap berarti seutuhnya, total, maka jika tidak total berarti sakit, yaitu sakit hati, sakit jiwa, sakit akal budi/bodoh atau sakit tubuh. Bukankah mereka yang sedang menderita sakit akan merasa sulit untuk mengasihi, dan lebih tergerak mohon dikasihi. Jika kita jujur mawas diri kiranya kita masing-masing akan menyadari dan menghayati diri sebagai yang sedang sakit atau berdosa, maka baiklah dengan rendah hati kita siap sedia untuk dikasihi, artinya diperingatkan, dinasihati, dikritik dst.
  • Siapa yang bijaksana, biarlah ia memahami semuanya ini; siapa yang paham, biarlah ia mengetahuinya; sebab jalan-jalan TUHAN adalah lurus, dan orang benar menempuhnya, tetapi pemberontak tergelincir di situ” (Hos 14:10), demikian peringatan Hosea. Kita semua dipanggil untuk menempuh dan menelusuri ‘jalan-jalan Tuhan yang lurus’. Dengan kata lain kita dipanggil untuk senantiasa setia pada panggilan, tugas pengutusan, pekerjaan atau kewajiban kita masing-masing, serta tidak menyeleweng, berselingkuh atau berkorupsi sedikitpun. Kita semua dipanggil untuk berdisiplin dalam melakukan atau melaksanakan aneka tugas, tata tertib atau aturan.  “Berdisiplin adalah sikap dan perilaku yang sudah tertanam dalam diri, sesuai dengan tata tertib yang berlaku dalam suatu keteraturan secara berkesinambungan yang diarahkan pada  suatu tujuan atau sasaran yang telah ditentukan” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka –Jakarta 1997, hal 10). Berlatih dan memperdalam berdisiplin hemat saya dengan membiasakan hidup dan bertindak sesuai dengan tata tertib terus-menerus. Secara phisik atau yang kelihatan rekan-rekan tentara/militer atau polisi kiranya dididik dan dibiasakan untuk berdisiplin, namun sayang hal itu tidak berkesinambungan dalam cara hidup dan bertindak, apalagi sungguh merasuk ke dalam hati dan jiwa, tentu saja tidak semuanya. Sebagai contoh: ada polisi atau tentara/militer yang terlibat dalam aneka tindak koruspi, penyelewengan atau perselingkuhan, atau melindungi aneka koruspi, penyelewengan dan perselingkuhan. Kami berharap kepada rekan-rekan umat beragama untuk terus menjadi teladan dan berjuang dalam hal berdisiplin, entah dalam menghayati ajaran agamanya maupun dalam aneka kesibukan dan pelayanan sehari-hari.

 

"Aku telah mengangkat beban dari bahunya, tangannya telah bebas dari keranjang pikulan; dalam kesesakan engkau berseru, maka Aku meluputkan engkau; Aku menjawab engkau dalam persembunyian guntur, Aku telah menguji engkau dekat air Meriba. Dengarlah hai umat-Ku, Aku hendak memberi peringatan kepadamu; hai Israel, jika engkau mau mendengarkan Aku!”

(Mzm 81:7-9)

Add a comment

Kamis, 31 Maret 2011

“Siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan."

(Yer 7:23-28; Luk 11:14-23)

 

“Pada suatu kali Yesus mengusir dari seorang suatu setan yang membisukan. Ketika setan itu keluar, orang bisu itu dapat berkata-kata. Maka heranlah orang banyak. Tetapi ada di antara mereka yang berkata: "Ia mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, penghulu setan." Ada pula yang meminta suatu tanda dari sorga kepada-Nya, untuk mencobai Dia. Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata: "Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, dan setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh. Jikalau Iblis itu juga terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri, bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan? Sebab kamu berkata, bahwa Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul. Jadi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, dengan kuasa apakah pengikut-pengikutmu mengusirnya? Sebab itu merekalah yang akan menjadi hakimmu. Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu. Apabila seorang yang kuat dan yang lengkap bersenjata menjaga rumahnya sendiri, maka amanlah segala miliknya. Tetapi jika seorang yang lebih kuat dari padanya menyerang dan mengalahkannya, maka orang itu akan merampas perlengkapan senjata, yang diandalkannya, dan akan membagi-bagikan rampasannya. Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan."(Luk 11:14-23), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

  • Ketika para tokoh lintas agama di Indonesia mengangkat 18 kebohongan yang dilakukan oleh pemerintah, yang menunjukkan kebersamaan umat beragama, tidak lama kemudian muncul kerusuhan di Pandeglang dan Temanggung yang berkedok agama. Kami merasa kerusuhan tersebut sengaja dilakukan oleh mereka yang berkuasa atau berwenang dengan harapan bahwa kebersamaan umat beragama hanya sandiwara saja, dan salah satu saluran TV di Indonesia pun dengan gencar membicarakan masalah kerukunan umat beragama. Hemat saya semuanya itu dilakukan untuk mengalihkan perhatian dari usaha pembongkaran masalah Bank Century serta korupsi perpajakan sekitar Gayus. Warta Gembira hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk menggalang dan memperdalam persaudaraan atau persahabatan sejati di antara kita, maka kami mengingatkan dan mengajak anda  sekalian untuk peka terhadap usaha-usaha lembut guna memecah belah kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Barangsiapa berusaha memecah belah kehidupan bersama dengan saling menuduh kelemahan dan kekurangan orang lain berarti tidak beriman, tidak percaya kepada Tuhan. Maka baiklah ketika kita menerima peringatan atau kritikan hendaknya dijadikan bahan mawas diri dengan rendah hati serta berterima kasih kepada mereka yang menyampaikan peringatan atau kritik. Marilah kita akui dan hayati bahwa kita semua adalah orang-orang berdosa, lemah dan rapuh, sehingga kita tidak tergerak dan terjebak untuk saling menuduh kelemahan, kekurangan dan dosa orang lain. Kami berharap kepada para pemimpin dalam kehidupan bersama dalam bentuk apapun dapat menjadi pemersatu, serta tidak menjadi batu sandungan yang menimbulkan permusuhan atau balas dendam.
  • Dengarkanlah suara-Ku, maka Aku akan menjadi Allahmu dan kamu akan menjadi umat-Ku, dan ikutilah seluruh jalan yang Kuperintahkan kepadamu, supaya kamu berbahagia!” (Yer 7:23), demikian peringatan Tuhan melalui nabi Yeremia kepada kita semua umat beragama atau beriman. Perintah Tuhan yang utama dan pertama-tama adalah perintah untuk saling mengasihi satu sama lain, sebagaimana Tuhan telah mengasihi kita sepenuhnya. Maka jika kita semua mendambakan hidup bahagia masa kini maupun masa depan ketika kita dipanggil Tuhan, hendaknya kita hidup dan bertindak saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh/kekuatan. Apa itu kasih? “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu” (1Kor 13:4-7).Apa yang dikatakan oleh Paulus perihal kasih ini sungguh merupakan ajaran yang tiada duanya. Marilah kita sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah buah kasih atau yang terkasih: diciptakan, dilahirkan dan dibesarkan dalam dan oleh kasih. Tanpa kasih kita tak mungkin hidup, tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya pada saat ini. Jika masing-masing dari kita berani menghayati diri sebagai ‘yang terkasih’, maka panggilan untuk saling mengasihi, membangun dan memperdalam persaudaraan sejati tidak sulit, karena bertemu dengan orang lain berarti ‘yang terkasih’ bertemu dengan ‘yang terkasih’ dan dengan demikian otomatis saling mengasihi.

 

“Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut di hadapan TUHAN yang menjadikan kita. Sebab Dialah Allah kita, dan kitalah umat gembalaan-Nya dan kawanan domba tuntunan tangan-Nya. Pada hari ini, sekiranya kamu mendengar suara-Nya! Janganlah keraskan hatimu seperti di Meriba, seperti pada hari di Masa di padang gurun, pada waktu nenek moyangmu mencobai Aku, menguji Aku, padahal mereka melihat perbuatan-Ku.”

(Mzm 95:6-9)

Add a comment

Rabu, 30 Maret 2011

“Aku datang untuk menggenapi hukum Taurat”

(Ul 4:1.5-9; Mat 5:17-19)

 

"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.” (Mat 5:17-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

  • Keunggulan hidup beriman atau beragama terletak dalam tindakan atau perilaku bukan omongan, diskusi atau wacana, sebagaimana dilakukan oleh Yesus. “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi, Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya”, demikian sabda Yesus. Mayoritas waktu dan tenaga atau anggota-angota tubuh kita kiranya untuk bergerak, berjalan atau bepergian, maka baiklah gerakan anggota tubuh kita macam apapun hendaknya merupakan perwujudan kehendak atau perintah Tuhan, antara lain perintah untuk saling mengasihi. Hemat saya inti seluruh hukum, aturan atau tata tertib adalah cintakasih, maka jika setiap gerakan anggota tubuh kita merupakan perwujudan kasih berarti kita melaksanakan aturan atau tata tertib dengan baik sesuai tujuan atau arah aturan dan tata tertib diberlakukan. Tanda baik gerakan anggota tubuh kita merupakan wujud kasih antara lain menghasilkan buah yang membahagiakan dan menyelamatkan. Setiap gerakan anggota tubuh kita menggairahkan, mempesona dan menarik orang lain untuk semakin berbakti sepenuhnya kepada Tuhan, alias semakin beriman, semakin baik cara hidup dan cara bertindaknya. Omongan atau bicara kita menarik, mempesona dan memikat, sehingga banyak orang dengan senang dan bergairah mendengarkannya, demikian juga gerakan kaki dan tangan kita. Cirikhas mengasihi antara lain melayani dengan rendah hati, maka marilah kita saling melayani dengan rendah hati satu sama lain dimanapun kita berada.
  • Ingatlah, aku telah mengajarkan ketetapan dan peraturan kepadamu, seperti yang diperintahkan kepadaku oleh TUHAN, Allahku, supaya kamu melakukan yang demikian di dalam negeri, yang akan kamu masuki untuk mendudukinya. Lakukanlah itu dengan setia, sebab itulah yang akan menjadi kebijaksanaanmu dan akal budimu di mata bangsa-bangsa yang pada waktu mendengar segala ketetapan ini akan berkata: Memang bangsa yang besar ini adalah umat yang bijaksana dan berakal budi.”(Ul 4:5-6), demikian peringatan Tuhan kepada bangsa terpilih dalam perjalanannya menuju tanah terjanji. Hidup kita adalah perjalanan, perjalanan menuju hidup mulia selamanya di sorga setelah meninggal dunia atau dipanggil Tuhan. Maka marilah kita berjalan sesuai dengan aturan atau tata tertib yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing agar nanti kita selamat sampai tujuan. Jauhkan dan berantas aneka cara hidup dan cara bertindak yang hanya mengikuti keinginan atau kemauan pribadi tanpa memperhatikan lingkungan hidup atau kepentingan umum. Biarlah kata-kata “memang bangsa yang besar ini adalah umat yang bijaksana dan berakal budi” menjadi kenyataan dalam hidup kita bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Memang untuk itu antara lain pendidikan anak-anak atau bangsa kita harus memperoleh perhatian yang memadai sesuai dengan tuntutan atau perkembangan zaman, sehingga mereka tumbuh berkembang menjadi umat yang bijaksana dan berakal budi. “Human investment” harus lebih diutamakan daripada ‘material investment’; hidup baik, bijaksana dan berakal budi lebih utama dari tubuh dan tubuh lebih utama daripada pakaian serta makanan. Kita semua juga dipanggil untuk setia dengan sepenuh hati dalam menghayati janji-janji yang pernah kita ikrarkan, karena pelaksanaan janji yang telah kita ikrarkan merupakan kebijaksanaan dan tanda berakal budi. Sebagai warganergara Indonesia, marilah kita hayati Pancasila, yang telah dicanangkan atau diproklamirkan oleh para pendiri bangsa ini sebagai dasar hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

 

Megahkanlah TUHAN, hai Yerusalem, pujilah Allahmu, hai Sion! Sebab Ia meneguhkan palang pintu gerbangmu, dan memberkati anak-anakmu di antaramu. Ia menyampaikan perintah-Nya ke bumi; dengan segera firman-Nya berlari. Ia menurunkan salju seperti bulu domba dan menghamburkan embun beku seperti abu”

(Mzm 147:12-13.15-16)

Add a comment

Selasa, 29 Maret 2011

“Sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku?”

(Dan 3:25.34-43; Mat 18:21-35)

 

Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” (Mat 18:21-22),demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

  • There is no peace without justice, there is no justice without forgiveness” (=Tiada perdamaian tanpa keadilan, tiada keadilan tanpa kasih pengampunan), demikian pesan Hari Perdamaian Sedunia Paus Yohanes Paulus II memasuki Millenium ketiga. Kehadiran  atau kedatangan Yesus, Penyelamat Dunia, merupakan wujud kasih pengampunan Allah kepada umat manusia di dunia, agar terjadi perdamaian di dunia. Maka kita yang beriman kepadaNya dipanggil untuk meneladanNya dengan menjadi saksi dan penyalur kasih pengampunan dimanapun kita berada atau kemanapun kita pergi. Jika kita mawas diri dengan jujur dan benar kiranya masing-masing dari kita telah menerima kasih pengampunan Allah secara melimpah ruah melalui saudara-saudari kita yang telah memperhatikan dan mengasihi kita dengan aneka cara atau bentuk. Maka panggilan untuk menjadi saksi atau penyalur kasih pengampunan hemat saya mudah jika kita tidak pelit alias bermurah hati. Menanggapi pertanyaan Petrus perihal berapa kali harus mengampuni mereka yang bersalah, Yesus menjawab “tujuh puluh kali tujuh kali”, yang berarti terus menerus , tak kenal batas. Kasih pengampunan adalah wujud dari kasih dan kasih memang tak terbatas, tak dapat dibatasi oleh usia, SARA dst..  Kami berharap di dalam komunitas basis, seperti di dalam keluarga atau rukun tetangga sungguh terjadi kasih pengampunan antar anggota atau warganya, sehingga pengalaman yang telah diperoleh dalam komunitas basis ini dapat menjadi modal dan kekuatan dalam hidup bersama yang lebih luas, untuk menjadi saksi dan penyalur kasih pengampunan. Marilah kita jauhkan dan berantas aneka macam bentuk balas dendam, dan kita imani bahwa kasih pengampunan pasti mampu mengalahkan balas dendam dan kebencian.
  • “Demikianlah hendaknya korban kami di hadapan-Mu pada hari ini berkenan seluruhnya kepada-Mu. Sebab tidak dikecewakanlah mereka yang percaya pada-Mu. Kini kami mengikuti Engkau dengan segenap jiwa dan dengan takut kepada-Mu, dan wajah-Mu kami cari. Janganlah kami Kaupermalukan, melainkan perlakukankanlah kami sesuai dengan kemurahan-Mu dan menurut besarnya belas kasihan-Mu. Lepaskanlah kami sesuai dengan perbuatan-Mu yang ajaib, dan nyatakanlah kemuliaan nama-Mu, ya Tuhan.”(Dan 3:40-43), demikian doa Daniel. Marilah doa ini juga kita jadikan doa kita, antara lain kata-kata ini yang hendaknya menjadi pedoman hidup kita, yaitu: “Kami mengikuti Engkau dengan segenap hati dan dengan takut kepadaMu, dan wajahMu kami cari”. Mengikuti Tuhan berarti senantiasa mendengarkan dan mengikuti bisikan atau suara RohNya melalui ciptaan-ciptaanNya, terutama dalam diri manusia, yang diciptakan sebagai gambar atau citra Allah. Bisikan atau suara Roh dalam diri manusia/kita antara lain berupa kehendak baik, maka kita dengarkan dan ikuti kehendak baik saudara-saudari kita. Ada kemungkinan perbedaan kehendak baik di antara kita, maka baiklah kita saling mendengarkan dan mengolah bersama kehendak-kehendak baik kita, sehingga ada satu kehendak baik yang kita pegang atau menjadi pedoman kita. Perwujudan kehendak baik juga dapat berbeda satu sama lain, tergantung dari situasi dan kondisi dimana kita hidup atau berada. Pendek kata buah perbuatan baik yang kita lakukan adalah keselamatan jiwa manusia, maka strategi atau kegiatan yang kita lakukan dapat berbeda satu sama lain. Bisikan atau suara Roh juga menggejala dalam ciptaan-ciptaan lainnya seperti binatang atau tanaman, maka hendaknya kita rawat binatang maupun  tanaman sehingga dapat membantu kita dalam mengejar atau mengusahakan tujuan kita diciptakan, yaitu keselamatan jiwa manusia. Dengan kata lain marilah kita kelola lingkungan hidup kita sedemikian rupa sehingga kita dapat hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan alias hidup dan berbudi yang baik, berbudi pekerti luhur, bermoral. Hendaknya kita juga tidak serakah menggunakan ciptaan-ciptaan lainnya, binatang atau tanaman; keserakahan dalam menggunakan binatang maupun tanaman akan menjadi ‘senjata makan tuan’, artinya kita dan anak-cucu kita akan menderita.

 

“Ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya TUHAN. TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat. Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati

(Mzm 25:7b-9).

Add a comment
Page 15 of 28