You are here : Home Kongregasi OMI

Sejarah Kongregasi OMI

Kongregasi (atau Tarekat) Oblat Maria Imakulata (OMI) adalah tarekat tingkat kepausan yang anggotanya tersebar di sekitar 74 negara di dunia.  Tarekat ini berawal dari sekelompok kecil imam-imam yang dirintis oleh St. Eugenius de Mazenod di Aix-en-Provence, Perancis pada  25 Januari 1816 . Kemudian, kelompok yang dikenal dengan nama "Misionaris dari Provence" ini disahkan oleh Paus Leo XII dengan persetujuan resmi atas Konstitusi dan Aturan Tarekat pada 17 Februari 1826 dengan nama "Misionaris Oblat Maria Imakulata" (OMI).  Pilihan khusus OMI adalah melayani kaum miskin dan menjangkau daerah yang sulit/terlantar.

Dari Perancis OMI tersebar ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia.  Di tahun 1972, para Oblat - panggilan untuk para Imam OMI - yang berasal dari Provinsi Australia mulai berkarya di Keuskupan Purwokerto.  Sejak tahun 1975, mereka mulai berkarya di Keuskupan Agung Jakarta, yakni di wilayah Cengkareng.  Para Oblat Provinsi Perancis dan Provinsi Italia juga mulai berkarya di Indonesia sejak tahun 1977.  Mereka adalah para Imam yang terusir dari Laos karena rezim Komunis.  Oblat asal Perancis berkarya di Keuskupan Sintang, sedangkan Oblat asal Italia berkarya di Keuskupan Samarinda.

Setelah 15 tahun berkarya di Indonesia, para Oblat dari 3 Provinsi terpisah ini merasakan adanya dorongan untuk lebih mengembangkan karya-karya mereka dan memantapkan kesatuan OMI di Indonesia.  Untuk itu mereka sepakat untuk mulai merintis kelahiran OMI Provinsi Indonesia.  Lewat serangkaian pertemuan dan rapat, akhirnya OMI Provinsi Indonesia lahir pada 21 Mei 1993, dengan Provinsial pertamanya Romo Mario Bertolli, OMI (alm).

Inilah karya-karya OMI Provinsi Indonesia:

Rumah Formasi: Novisiat Beato Joseph Gerard dan Seminari Tinggi OMI di Yogyakarta.  Sejak diterimanya calon-calon Oblat asli Indonesia oleh para Oblat asal Australia di tahun 1974 hingga sekarang, tercatat telah ditahbiskan 29 Oblat asli Indonesia.  Romo Gregorius Basir Karimanto, OMI yang pernah bertugas di Paroki Cengkareng sebagai Kepala Paroki dan Ketua DP/PGDP 2002-2005 adalah Imam OMI pertama asal Indonesia yang ditahbiskan di tahun 1987.

Karya Parokial: Pulau Jawa (Jakarta, Purwokerto, Banyumas, dan Cilacap); Kalimantan Barat (Sepauk dan Dankan Silat); dan Kalimantan Timur (Tarakan, Malinau, Pulau Sapi, Balikpapan, dan Penajam).

Karya Kemasyarakatan lewat Yayasan Sosial Bina Sejahtera yang berkedudukan di Cilacap berupa program padat karya, bank perkreditan rakyat, balai pengobatan, Kelompok Swadaya Perempuan (Cilacap), dan Kelompok Swadaya Wanita (Yogyakarta), serta menyelenggarakan sekolah tingkat TK/SD/SMP/SMA/ SMK, LPK, dan Akademi Maritim.

Karya Devosional: Rumah Retret Santa Maria Imakulata dan Gua Maria di Kaliori, Jawa Tengahl; Gua Maria Metogog di Tarakan; dan Rumah Wisata Rohani Bintang Laut di Pangandaran.

Kehadiran OMI di Cengkareng dimulai pada bulan November 1974, saat Keuskupan Agung Jakarta menyerahkan Stasi Cengkareng kepada Tarekat OMI untuk ditingkatkan menjadi Paroki.  Pada Februari 1975, hadir Oblat pertama di Cengkareng, Romo Patrick Moroney, OMI.  Sejak saat itu hingga kini, Paroki Cengkareng digembalakan oleh para Oblat yang silih berganti hadir untuk berkarya dan berjalan bersama seluruh umat Cengkareng.  Hidup dan karya para OMI dapat berjalan dengan baik di Cengkareng tentulah berkat dukungan dan kerjasama dengan umat yang digembalakan.

Gereja yang hidup adalah Gereja yang mampu menunjukkan persatuan dan kerjasama yang baik antara Imam dan umatnya.  Keterlibatan umat Cengkareng sungguh sangat beraneka bentuknya: menjadi Pengurus Dewan Paroki, Wilayah, atau Lingkungan; terlibat dalam karya sosial, pelayanan kesehatan, pelayanan sekolah, mendukung karya perutusan para Oblat lewat doa-doa dan penggalangan dana pendidikan bagi para calon OMI.  Peranserta kaum awam dalam karya-karya para Oblat dirasakan sungguh penting, karena karya pelayanan Kerajaan Allah adalah bukan melulu tugas para Imam, melainkan juga tugas kaum awam dengan berbagai macam profesinya.  Awam dan Imam adalah rekan sekerja dalam melanjutkan karya perutusan Yesus Kristus di dunia ini.

Pelayanan bagi kaum muda mendapat perhatian lebih dari para Oblat.  Bukan hanya karena di pundak merekalah masa depan Gereja dan bangsa berada, tetapi pelayanan kaum muda memang merupakan misi awal yang digariskan oleh Bapa Pendiri OMI, St Eugenius de Mazenod.  Dalam zaman yang serba maju seperti sekarang ini, pendampingan bagi kaum muda menjadi sungguh penting, teristimewa dalam membantu mereka untuk menemukan panggilan hidupnya secara benar dan siap menghadapi tantangan zaman yang semakin berat.

Tak dapat dipungkiri, Gereja senantiasa membutuhkan seorang Imam untuk menjadi gembalanya.  "Banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih", mungkin ungkapan ini merupakan bagian dari misteri Panggilan Imamat.  Semua diberi kesempatan dan tawaran, tetapi Dia yang Empunya pekerjaan yang akan memilih siapa saja yang tepat untuk melakukan tugas perutusanNya.  OMI Provinsi Indonesia dengan tangan terbuka selalu menanti kaum muda yang merasakan Panggilan Khusus dariNya untuk bergabung ke dalam Komunitas OMI.  Semoga banyak orang muda Katolik dari Cengkareng yang semakin membuka diri pada Panggilan KhususNya.  Harapan kami adalah ditahbiskannya seorang Oblat asli Cengkareng di suatu saat nanti.

Mari kita terus berkarya dan berjalan bersama dalam terang tuntunan Allah Tritunggal Mahakudus.

(Sumber: Sabitah Edisi 48, Mei-Juni 2011)

Untuk informasi lebih lanjut mengenai Tarekat OMI, silahkan hubungi alamat berikut ini:

PROVINSIALAT OMI & RUMAH RETRET "MARIA IMAKULATA" KALIORI
Wisma OMI, P.O.Box 400, Purwokerto 53100
Jawa Tengah
Telp. 0281-796242
Fax. 0281-796234
Email:  This e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it

SKOLASTIKAT OMI
Wisma de Mazenod
Jl. Nusa Indah II no. 235
Condong Catur, Yogyakarta 55283
Telp. 0274-881741
Fax. 0274-881718
Email: This e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it

NOVISIAT OMI "Beato Joseph Gerard"
Blotan, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta
Telp. 0274-889783
Email: This e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it
(alamat surat sama dengan alamat Skolastikat OMI di atas)

PERSONALIA OMI PROVINSI INDONESIA

Rm. Antonius Rajabana, OMI
Provinsial OMI Indonesia Kaliori, Jawa Tengah
Rm. Yohanes Damianus, OMI
Bendahara OMI Indonesia
Kaliori, Jawa Tengah
Rm. Antonius Widiatmoko, OMI
Superior Skolastik
Yogyakarta
Rm. Antonius Andri Atmaka, OMI
Magister Novis
Yogyakarta
Rm. Ignatius Yulianto, OMI
Tim Formasi
Yogyakarta
Rm. Antonius Sussanto, OMI Tim Formasi Yogyakarta
Rm. Simon Heru Supriyanto, OMI Tim Formasi Yogyakarta
Rm. Petrus J. McLaughlin, OMI
Paroki Trinitas
Cengkareng, Jakarta
Rm. Peter K. Subagyo, OMI
Paroki Trinitas Cengkareng, Jakarta
Rm. Ignatius Wasono Putro, OMI
Paroki Trinitas Cengkareng, Jakarta
Rm. Gregoirus Basir Karimanto, OMI Paroki Trinitas Cengkareng, Jakarta
Rm. F.X. Rudi Rahkito Jati, OMI
Paroki Trinitas Cengkareng, Jakarta
Rm. Yohanes Damianus, OMI Penanggungjawab Rumah Retret
Kaliori, Jawa Tengah
Rm. Yohanes Damianus, OMI Paroki Maria Imakulata Banyumas
Rm. Nikolaus Ola Paokuma, OMI Paroki St. Stephanus Cilacap, Jawa Tengah
Rm. Carolus Burrows, OMI
Paroki St. Stephanus
Cilacap, Jawa Tengah
Rm. Vincentius Kaya Wathun, OMI
Paroki St. Stephanus
Cilacap, Jawa Tengah
Rm. Ignatius Priyantoro, OMI
Paroki St. Petrus & Paulus
Balikpapan, Kaltim
Rm. Nicolas Setija Widjaja, OMI Paroki St. Petrus & Paulus Balikpapan, Kaltim
Rm. Carlo Bertolini, OMI Paroki St. Petrus & Paulus Balikpapan, Kaltim
Rm. Yoseph Rebussi, A.D. Paroki Stasi KM 15 Balikpapan, Kaltim
Rm. Agustinus A. Wiyono, OMI
Paroki St. Maria dari Fatima
Penajam, Kaltim

Rm. Dominikus Pareta, OMI

Paroki Maria Imakulata
Tarakan, Kaltim
Rm. Bernardus Agus Rukmono, OMI
Paroki St. Stephanus Malinau, Kaltim
Rm. F.X. Sudirman, OMI
Paroki St. Yohanes
Pulau Sapi, Kaltim
Rm. Wan Ibung Natale Belingheri, OMI
Paroki St. Yohanes Pulau Sapi, Kaltim
Rm. Tarsisius Eko Saktio, OMI
Paroki St. Petrus & Andreas
Sepauk, Kalbar
Rm. Jacques Chapuis, OMI
Paroki St. Petrus & Andreas Sepauk, Kalbar
Rm. Aloysius Wahyu Nugroho, OMI
Paroki St. Petrus & Andreas
Sepauk, Kalbar
Rm. Robert Heru Suhartono, OMI Paroki St. Yohanes Dangkan Silat, Kalbar
Rm. Henricus Asodo, OMI Centre International Eugenius de Mazenod Aix-en-Provence

 

MENGENAL OMI DAN PENDIDIKAN CALON OMI LEBIH JAUH

Apa itu OMI?
OMI adalah sebuah kongregasi/tarekat (kelompok) para imam dan bruder yang didirikan oleh St. Eugenius de Mazenod di kota Aix-en-Provence, Perancis.  Sebagai kelompok kecil, OMI dimulai tahun 1816, kemudian disahkan oleh Tahta Suci (Bapa Paus) pada tahun 1826.  OMI adalah singkatan dari Oblat Maria Immaculata.  Biasanya, secara singkat para pengikut kelompok ini dipanggil “Misionaris Oblat”.  Sekarang ini OMI berkarya di 67 negara denagn anggota berjumlah 4.400 orang.

Apa bedanya dengan para imam Praja, SJ, MSC, atau OFM?

Bedanya terletak pada: (1) Pendirinya.  Setiap kelompok itu mempunyai pendiri masing-masing, kecuali kelompok Praja.  Praja adalah imam di Keuskupan loka, sementara kelompok yagn lain biasanya bersifat internasional, lintas bangsa dan berkarya di seluruh dunia; (2) Semangat atau keprihatinannya.  Setiap pendiri memiliki semangat atau keprihatinan yang berbeda-besa sesuai zaman atau keadaan yang waktu itu dihadapi atau terjadi.  Istilah lain adalah setiap kelompok memiliki spiritualitasnya sendiri-sendiri.

Apa spiritualitas OMI?

Melihat Bapa Pendiri, St. Eugenius de Mazenod, kelompok OMI muncul di saat Gereja di Perancis porak-poranda, hancur lebur karena Revolusi Perancis.  Gereja yang memprihatinkan itu menggerakkan hati St. Eugenius untuk berbuat sesuatu.  Beliau mengumpulkan sejumlah imam untuk berjuang memulihkan “Gereja, sebagai warisan Sang Penyelamat yagn telah diperoleh dengan darahNya sendiri.”  Maka meneladan Bapa Pendiri, setiap Oblat juga memiliki semangat yang sama, yaitu melihat keprihatinan dalam Gereja, kemudian berkumpul sebagai komunitas atau kelompok, lalu berjuang bersama.  Sudah semestinya Oblat tidak pernah bekerja sendirian, namun sebagai kelompok atau di dalam komunitas berjuang melayani orang lain yang membutuhkan.

Melayani orang yang membutuhkan – maksudnya apa?
St. Eugenius tidak sembarang melayani orang.  Beliau tidak asal-asalan atau semau gue.  Beliau memilih (opsi) orang-orang yang hendak Beliau layani.  Standar atau ukurannya adalah mereka yang tidak terlayani oleh yang lain – orang-orang yang terlupakan.  Hal ini ditiru oleh Oblat pada masa kini.  Para Oblat melayani orang-orang yang paling sedikit dilayani dan paling terpencil dari yang lain.  Ini bukan hanya berbicara mengenai tempat, tetapi lebih dari itu, berbicara mengenai perhatian terhadap martabat setiap orang.  Dulu, St. Eugenius dalam khotbah pertamanya setelah ditahbiskan pada tahun 1811, menyentuh orang-orang yang terabaikan.  Beliau menyapa buruh, tukang cuci, tukang sapu, pedagang kecil – mereka yang tidak berarti di mata dunia.  Mereka disapa sebagai saudara yang berharga di mata Allah.  Inilah pilihan Oblat, inilah kekhasan yang menjadi metode/gaya setiap Oblat dalam berkarya untuk orang lain.  Di mana pun, Oblat akan mencari, menemukan, dan melayani mereka yagn paling terpinggirkan, paling terlantar, dan paling tidak dihargai.

Di mana bukti para Oblat melayani mereka yang terlantar?

Kalau diminta jawaban berupa tempat, amat banyak!  Misi di Pakistan, di Filipina Selatan, di Jafna (Srilanka bagian utara), di Kongo (Afrika), di Laos, di Kanada bagian utara, di Colombia, di pedalaman Kalimantan, dan masih banyak daerah misi lainnya.  Semua daerah itu amat sulit dan sudah memakan sejumlah nyawa para Oblat – bukan hanya karena perang, tetapi juga karena sulitnya medan karya dan beratnya tantangan alam.  Siapa yang sanggup ke sana?  Adakah yang punya nyali?  Berani?

Tetapi para Oblat juga berkarya di kota, bukan?
Benar sekali.  Oblat juga berkarya di kota-kota. Oblat bukan hanya berlumuran lumpur dan bergaul dengan monyet dan beruang, tetapi ada juga karya-karya mereka di kota.  Di sejumlah negara, Oblat juga memperhatikan pelayanan orang miskin yagn tinggal di kota, pendidikan intektual, dan juga karya keadilan sosial.  Sekolah dan universitas juga didirikan di sejumlah negara.  Termasuk juga Oblat berkarya di negara-negara maju dan moderen.  Pertanyaan pokok yang dilontarkan oleh Oblat sebelum memulai berkarya adalah adakah orang yang tak terlayani di daerah itu?  Jawaban atas pertanyaan itu ternyata dapat ditemukan di kota besar dan bahkan di negara maju.  Pendidikan iman yang diancam oleh sekularisme dan materialisme, kemiskinan akibat modernisasi, kesepian dan frustasi orang-orang pinggiran – hal-hal seperti itu adalah wajah orang-orang miskin dan terlantar yagn mudah sekali ditemukan di kota besar dan negara maju.  Ironisnya, hal-hal demikian malah tidak (belum kuat) terjadi di daerah pedalaman dan pelosok!

Apa harapan Oblat terhadap orang yang dilayani?
Harapannya jelas yakni (1) Hidup mereka menjadi lebih baik.  Ada 3 tahapan yang ingin dicapai: menjadikan seseorang lebih manusiawi (ada banyak di sekitar kita orang-orang yang hidupnya tidak manusiawi), menjadikan lebih Kristiani (ada banyak orang di sekitar ktia yang hidup berlawanan dengan nilai-nilai Kristiani) dan terakhir, menjadikan lebih suci (tujuan utamanya adalah hidup suci di mata Tuhan dan sesama).  Ini adalah impian kita bersama.  Wujud karya bisa bermacam-macam tetapi harapannya tetap sama. (2) Umat yang dilayani juga mau terlibat dalam karya Oblat.  Kita bekerja bersama, kita maju bersama, kita bahu-membahu berkarya bersama demi kemuliaan Tuhan dan tanda keselamatan melalui Gereja.  Maka diharapkan bahwa semua yang dekat degan Oblat (umat dan sahabat-sahabat OMI) memiliki semangat yang sama.  Mari kita kerja bersama!  Satu hal lagi, jangan lupa, kita juga mesti membawa anak-anak muda untuk menjadi Oblat!

(Romo Henricus Asodo, OMI, Rektor Seminari Tinggi OMI; Sumber: Majalah Sabitah Edisi 33, Mei-Juni 2008)

*****************************************

PADA SEBUAH JUMAT AGUNG 1807

(Pengalaman rohani St. Eugenius de Mazenod pada hari Jumat Agung 1807.  Pengalaman ini baru dicatatnya pada tahun 1814 dalam sebuah retret)

Aku mencari kebahagiaan di luar Allah dan setelah sekian lama, yang kutemukan hanyalah penderitaan.  Betapa sering di masa lalu, hatiku tercabik, tersiksa, memohon bantuan kepada Allah yang telah kutinggalkan.  Dapatkah aku melupakan airmata kesedihan yang mengalir saat aku memandang Salib pada hari Jumat Agung itu? Memang air mata itu mengalir dari dasar lubuk hatiku dan tidak ada yang dapat mencegahnya.  Airmata itu terlalu banyak untuk bisa kusembunyikan dari orang lain yang juga hadir dalam perayaan yang mengharukan itu.  Aku dalam keadaan berdosa berat dan inilah yang membuat hatiku amat sedih.

Kemudian, di lain kesempatan, aku dapat merasakan perbedaannya.  Belum pernah jiwaku merasa lebih berbahagia.  Ini semua hanya karena di sela-sela banjir airmata - meskipun sedih, atau lebih tepatnya, berkat kesedihanku, jiwaku melompat sampai pada tujuan akhirnya, yaitu Allah, satu-satunya tujuan yang bila sampai hilang akan amat terasa.

Untuk apa bercerita lebih banyak lagi?  Memang, aku tak akan pernah mampu mengungkapkan dengan tepat apa yang aku alami pada saat itu.  Hanya dengan mengingatnya saja, hatiku selalu diliputi dengan penghiburan rohani yang manis.  Aku mencari kebahagiaan di luar Allah, dan di luar Dia, yang kutemukan hanyalah derita dan kemalangan.  Tetapi senangnya, seribu kali lebih senangnya bahwa Bapa yang baik - meski ketidaklayakanku - menghujaniku dengan kekayaan belas kasihNya.  Satu hal yang sekurang-kurangnya dapat kulakukan sekarang adalah menebus waktu-waktu yang telah hilang percuma itu dan menggandakan cintaku kepadaNya.  Biarlah seluruh perbuatanku, pikiranku, dan lain-lainnya diarahkan pada tujuan itu.

Adakah penyerahan yang lebih besar daripada di dalam segala-galanya dan untuk segala-galanya? Hidup hanya untuk Tuhan, mencintai Dia di atas segala-galanya.  Mencintai Dia secara lebih, karena aku telah amat terlambat mencintaiNya.  Ya, kebahagiaan surga di mulai di sini, di dunia.  Marilah kita memilihnya sekarang!

(Romo F.X. Rudi Rahkito Jati, OMI, Magister Novis, blogspot Oblat Indonesia)

***********************************************************

CITA-CITA SEORANG OBLAT

Yang ingin menjadi anggota kita harus mempunyai hasrat yang menyala-nyala untuk menjadi sempurna, harus mempunyai cinta kasih yang berapi-api kepada Tuhan kita Yesus Kristus dan GerejaNya, mempunyai semangat yang berkobar-kobar akan keselamatan jiwa-jiwa.

Ia harus melepaskan hatinya dari segala kelekatan tak teratur pada barang-barang duniawi dan dari kelekatan berlebih-lebihan pada orangtuanya dan pada tempat kelahirannya; Ia harus melepaskan keinginan akan keuntungan, ia harus memandang kekayaan sebagai sampah, agar tidak mencari perolehan lain kecuali Yesus Kristus; berkeinginan untuk mempersembahkan diri kepada satu-satunya pelayanan kepada Allah dan GerejaNya baik di daerah-daerah Misi maupun dalam pelayanan-pelayanan Lembaha Hidup Bakti yang lain.  Akhirnya, ia harus berkemauan untuk menetap sampai mati dengan setia dan taat kepada Aturan-Aturan Lembaga.

(St. Eugenius de Mazenod, Bapa Pendiri OMI, 1853)

*****************************************************

MENJADI KRISTUS-KRISTUS YANG LAIN

Sejauh kelemahan-kelemahan kodrat manusia memungkinkan, para misionaris harus meniru dalam segalanya teladan-teladan Tuhan kita Yesus Kristus, Pendiri Utama Lembaga, dan teladan-teladan pada Rasul, Bapa-Bapa kita yang pertama.  Meneladan contoh-contoh agung itu, sebagian hidup para misionaris akan diperuntukkan bagi doa, perenungan diri, dan kontemplasi dalam kesunyian rumah Allah, tempat mereka akan tinggal bersama-sama.  Sebagian hidupnya yang lain akan dipersembahkan seluruhnya bagi karya-karya lahiriah yang memerlukan keaktifan yang besar seperti tugas-tugas misi, berkhotbah, mendengarkan pengakuan dosa, berkatekese, membimbing kaum muda, mengunjungi orang sakit, mengunjungi para tahanan, memberikan retret-retret rohani dan karya-karya sejenis lainnya.  Tetapi, baik sedang bertugas misi maupun selagi berada di rumah, kepentingan utama mereka adalah mencapai kemajuan hidup di jalan kesempurnaan gerejani dan religius; lebih-lebih mereka akan melatih diri dalam kerendahan hati, ketaatan, kemiskinan, pengingkaran diri, semangat matiraga, semangat iman, niat murni, dan lain-lainnya.  Pendek kata, mereka akan berusaha untuk menjadi Kristus yang lain, dengan menyebarkan ke mana-mana keharuman keutamaan-keutamaan yang menawan hati.

(St. Eugenius de Mazenod, Bapa Pendiri OMI, 1818)

********************************************************

KEMISKINAN SEPERTI YESUS

Kita berjalan mengikuti jejak-jejak seorang Guru yang menjadikan diriNya miskin demi kita.  Menjawab panggilanNya, "Jika engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, kemudian datanglah kemari dan ikutilah Aku." (Mat 19:21).  Kita memilih kemiskinan Injili untuk menjawab panggilanNya. (Konstitusi OMI No. 19)


BERSAMA-SAMA DENGAN ORANG-ORANG MISKIN

Pilihan kita untuk hidup miskin mendorong kita untuk masuk dalam persekutuan yang lebih erat dengan Kristus dan orang-orang miskin; dengan demikian pilihan itu menentang ekses-ekses dari kekuasaan dan kekayaan serta memaklumkan datangnya dunia baru, yang bebas dari egoisme dan terbuka untuk berbagi rasa.

Menghadapi tuntutan-tuntutan karya perutusan kita dan keperluan-keperluan yang harus dipenuhi, kita kadang-kadang merasa lemah dan tak berdaya.  Pada saat itulah kita dapat belajar banyak dari orang-orang miskin, terutama kesabaran, pengharapan, dan kesetiakawanan. (Konstitusi OMI No. 20)