You are here : Home Artikel Lingkungan Hidup Pepulih - Pemerhati dan Peduli Lingkungan Hidup

Pepulih - Pemerhati dan Peduli Lingkungan Hidup

Dalam rangka memperingati Hari Bumi, 22 April 2004, muncullah sebuah Kelompok Kategorial Keuskupan Agung Jakarta yang khusus bergerak di bidang lingkungan hidup.  Maksud para pendiri tak lain utuk ikut mencermati permasalahan lingkungan hidup yang dirasa semakin mencemaskan.  Ternyata, telah banyak orang Katolik - tua maupun muda - ikut menggeluti bidang ini, baik secara pribadi ataupun dalam lembaga-lembaga sosial/LSM, melalui kegiatan lembaga internasional serta badan-badan kerjasama antar negara dengan Pemerintah Indonesia.

Setelah berusaha menghimpun serta mencari wadah dan bentuknya, maka muncullah nama PEPULIH - Pemerhati dan Peduli Lingkungan Hidup.  Kelompok yang berlindung serta mencontoh St. Fransiskus dari Asisi, seorang rahib pencinta alam ciptaan Tuhan, diresmikan pada 24 April 2004 dengan Penasihatnya Romo Peter K. Subagyo, OMI.  PEPULIH mengandung arti memberi silih atas sikap manusia yang auh dan tak peduli bahkan cenderung merusak karya cipta dan penyelenggaraan Tuhan yang dipercayakan kepada manusia.  Misinya adalah menumbuhkan kesadaran setiap insan untuk memelihara dan melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup, mengubah pola pikir dan perilaku insan untuk ikut melestarikan lingkungan.  Juga berusaha menjadi motivator bagi setiap insan dalam upaya membudayakan kepedulian dan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.  Motto PEPULIH adalah "Think Globally, Act Locally, Small Step Towards a Big Leap".

Sasaran utama kelompok PEPULIH sebagai orang-orang beriman adalah pembaharuan sikap dan cara pandang manusia terhadap alam sebagai karya Tuhan yang terus-menerus harus kita pelihara.  Ingatlah, masalah air, tanah, dan udara sebagai unsur kehidupan primer di bumi kini sungguh kurang mendapat perhatian yang memadai.

Kitab Kejadian Bab 1 sebagai hasil refleksi manusia (sekitar 8 abad sebelum Kristus) menyadarkan kita bahwa ketiga unsur: air, tanah, dan udara, yang pertama-tama diciptakan TUhan di hari-hari pertama masa penciptaan sebagai sarana pendukung kehidupan di bumi.  Tetapi kini manusia tak lagi peduli pada pemeliharaan air bersih dengan membuang kotoran seenaknya ke sungai.  Orang kurang menghemat air, padahal air kini terasa semakin mahal dan semakin langka.  Sebaliknya, air yang tidak dikelola dengan baik justru membuat sengsara dan kehancuran manusia berupa banjir yang setiap tahun merusak sarana dan prasarana kehidupan.  Air yang seharusnya diserap tanah untuk kehidupan tanaman kini bahkan menghanyutkan segalanya.

Tanaman hutan di pegunungan yang semakin gundul tak lagi menunjang terciptanya udara bersih.  Padahal pertumbuhan perkotaan mendesak udara bersih keluar dari kota tempat hunian manusia dengan memenuhi asap pabrik dan knalpot kendaraan.  Bila di pegunungan banyak tanah longsor, di bagian dataran rendah tanah sampai tepian pantai sudah banyak berubah menjadi pabrik-pabrik dan pemukiman manusia.  Nasib tanah-tanah pertanian setiap musim tanam dijejali dengan pupuk kimia serta pestisida guna membasmi hama.  Namun manusia jugalah yang makan dari hasil pertanian bercampur racun hama itu, yang tentu saja mengancam kadar kualitas daya hidup manusia.  Kini yang kita nikmati adalah hasil tanaman dengan endapan racun dan bermacam bahan-bahan pengawet makanan, seperti formalin (pengawet ikan laut), borax (untuk tahu) dan jenis lainnya yang mengancam kesehatan tubuh manusia.

Penyakit setiap hari bermunculan secara bertubi-tubi dengan bentuk yang bervariasi.  Kualitas hidup manusia di bumi ini semakin menurun dan tingkat daya tahan hidup manusia pun semakin rawan gangguan.  Dari mana itu semua?  Bukankah kini alam memperingatkan kita?  Karena itu, sadarah dan bertobatlah!  Perbaikilah perilaku kita terhadap alam dan lingkugna kita demi kehidupan di bumi tempat hidup dan masa depan anak cucu kita.

abumi kita yang makin rusak ini masih dibebani dnegan produksi sampah yang dibuat manusia.  Sadar atau tidak, setiap orang menghadirkan produksi sampah sekitar 1/2 kg per hari, bahkan perhitungan rata-rata per orang ini masih diperbesar lagi di musim buah dengan kulit dan buah yagn tidak termakan habis hingga busuk.  Kini di pinggiran kota-kota besar mulai bermunculan gunung-gunung sampah.  Udara kota-kota pemukiman yang diharapkan bersih dan menyejukkan kini dipengapi dengan bau sampah yang menyengat dengan lalat dan tikus berkeliaran.

Perilaku manusia membuang sampah seenaknya seakan tak merasa ikut bertanggungjawab atas problema sampah.  Semua sampah dibuang begitu saja dari dalam mobil, dari rumah hunian, di jalanan, seakan-akan sampah itu urusan orang lain.  Bangkai tikus dilempar di jalanan seakan semua itu urusan orang lain.  Di sini sampah dianggap tak berarti, tetapi di sana menjadi masalah besar: menggunung, menyebarkan bau kotor, mengganggu kesehatan, menjadi konflik sosial, tantangan lingkungan, dan sebagainya.  Padahal di sisi lain banyak orang dapat hidup dari sampah: juragan pemulung ternyata orang-orang berduit yang didapat hanya dari hasil sampah.  Para pemulung tak mau disebut pengemis, mereka bekerja, mereka pun berjasa dengan melibatkan diri pada proses pengolahan sampah.

Kita kenal sampah basah (organik) dan sampah kering (an-organing seperti kertas, kain, plastik, kayu, besi, dsb).  Sampah sebenarnya bukanlah hasil akhir sebuah produk.  Dengan teknologi, sampah masih dapat dijadikan sebuah produksi baru entah dengan daur ulang ataupun menjadi bahan baku sebuah barang lain.  Secara sederhana, sampah basah dengan mudah dapat dimanfaatkan menjadi pupuk organik yang ramah lingkungan yang tidak seperti pupuk kimia.  Sampah organik kini dibutuhkan untuk tanaman dalam pot-pot di rumah-rumah bertingkat atau rumah yang tidak memiliki lahan pekarangan lagi.  Justru di kota-kota sampah dapat dimanfaatkan untuk usaha, sehingga tidak menimbulkan masalah.

Kini kaum peduli lingkungan mulai menggerakkan orang lain untuk berbuat sesuatu.  Outlet Carrefour di beberapa tempat menerima sampah kertas yang boleh ditukar dengan produk-produk Unilever berupa berbagai produk sabun.  Grup Toyota menggerakkan lomba kreativitas pelajar SMU untuk mendaur ulang sampah serta kebersihan lingkungan sekolah.  Banyak usaha untuk membuat prakarya dengan memanfaatkan sampah atau limbah dan berusaha hidup dari usahanya itu.

Sekarang Gereja pun mengajak kita membuat bentuk pertobatan melalui perubahan kebiasaan lama dengan perilaku/habitus baru.  Perbaikan perilaku kita terhadap sampah ini pun dapat ikut membangun dan memperbaiki kondisi alam untuk menjadi lebih baik.  Kalau keluarga-keluarga Katolik yang juga disebut "Gereja Basis" dapat memperlakukan sampah secara baik dan berguna dalam keluarganya masing-masing, maka Gereja dapat ikut berpartisipasi membangun peradaban baru dan ikut mengurangi beban problema masyarakat perkotaan.  Di setiap RT dan RW kini telah disediakan plastik dengan warna-warna khusus, juga tempat-tempat sampah yang terpisah dengan warna khusus juga.  Mari kita manfaatkan dan sukseskan program bersih lingkungan!

Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) tahun 2005 juga mengajak umat Katolik untuk memperbaiki perilaku umat terhadap lingkungan hidup dengan perilaku/habitus baru.  Dan kini peralatannya sudah disediakan Pemerintah, tinggal perlu kita laksanakan bersama.  Mari kita gunakan iman pada karya penebusan Tuhan yang telah memperbaharui bumi, untuk memahami masalah lingkungan dengan bersemboyan: Think Globally, Act Locally.  Mulailah dari diri kita, dari rumah kita dan mulailah sekarang juga.

Selaku sebuah gerakan iman, Kelompok PEPULIH menawarkan sebuah kesadaran dan mengajak berperilaku yang memadai dengan kesadaran baru itu.  Sebagai sebuah LSM di masyarakat, PEPULIH bukan gerakan untuk membela dan memperjuangkan pelanggaran atas lingkungan dengan membuat advokasi terhadap pihak-pihak yang berurusan, tetapi ingin mengajak berbuat sesuatu yang berguna bagi alam dan kita sendiri.  Visi dan misi PEPULIH ingin membangkitkan iman yang peduli pada lingkungan dengan perilaku yang memancarkan karya penyelenggaraan Allah, yang dipercayakan kepada manusia.  Tak heran jika PEPULIH kini ditawari oleh beberapa sekolah untuk ikut membina sekolah dengan program Green School.  Beberapa Yayasan Pendidikan memasukkan kurikulum peduli lingkugan denga acara-acara praktek yang konkrit.  Bahkan beberapa sekolah mulai melarang anak-anak membeli jajanan sembarangan, atau melarang penjualan makanan dalam plastik di sekolah.  Tentulah di rumah, orangtua harus mendukung pendidikan anak yang diterima di sekolah.  Bahkan anak-anak dapat menjadi agen-agen perubahan lingkungan dengan bermacam kegiatan dan permainan, karena anak-anak kitalah yang anak mewarisi masa depan bumi dan lama hunian kita ini.  PEPULIH terbuka untuk bekerjasama dengan kaum peduli lingkungan.  Mari kita bekerjasama, lapangan kita masih terbuka luas.

Sekretariat PEPULIH
Pancoran Business Centre
Jl. Raya Pasar Minggu no. 16A
Jakarta Selatan
Telp. 021 - 700 28 980
HP. 0812 1948 749

(Sumber:  Majalah Sabitah no. 21, tahun 2006)