You are here : Home Artikel 100% Katolik-Indonesia Mari Memilih Secara Cerdas

Mari Memilih Secara Cerdas

Tantangan bangsa Indonesia adalah bagaimana memperbaiki system dan proses demokrasi yang telah tertanam selama ini agar bisa menjadi lebih baik dalam rangka melanjutkan kehidupan politik, ekonomi dan sosial, menuju cita-cita bersama. Bangsa Indone sia harus pandai mengelola seluruh kekayaan nasional yang ada, memanfaatkan peluang yang terbuka dan mengatasi tantangan yang menghadang, termasuk ketidak pastian perkembangan geo-politik dunia sekarang dan nampaknya berlanjut ke depan.

Indonesia hanya mungkin melanjutkan kehidupan berbangsa dan bernegara, melanjutkan pembangunan mencapai sasaran yang dicita-citakan kalau memiliki pimpinan nasional yang mampu mengelola dan mengawal bangsa ini memberdayakan seluruh aset bangsa dengan segala sumber dan potensinya, menjawab tantangan yang ada serta memanfaatkan semua peluang yang terbuka secara cerdas dan bijaksana.

Hanya dengan demikian bangsa kita menjadi makmur, sejahtera, adil, damai, inklusif, bebas korupsi dan bermartabat.  Dewasa ini Indonesia sedang dalam persiapan akhir melangsungkan pemilihan anggota legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden serta wakil presiden (Pilpres) bulan April dan Juli mendatang. Mereka yang terpilih akan memegang pimpinan nasional; pemerintah dan legislatif yang bersama lembaga penegakan hukum bertanggung jawab untuk memimpin dan mengawal bangsa Indonesia dalam kehidupan politik, ekonomi dan sosial, melanjutkan pembangunan nasional untuk mencapai sasaran bersama tersebut.

 

 

 

 

Umat Katolik Indonesia dan segenap bangsa Indonesia karena itu menghadapi peristiwa sangat penting dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara, menggunakan hak pilihnya untuk menentukan siapa yang pantas menduduki kursi-kursi lembaga legislatif, menjadi Presiden melalui Pileg dan Pilpres tersebut.

Komisi Wali Gereja Indonesia (KWI) bulan Januari yang lalu telah mengeluarkan Surat Gembala “Menyongsong Pemilu 2014”. Surat Gembala tersebut telah menjawab berbagai hal yang merisaukan banyak dari umat Katolik selama ini berkaitan dengan bagaimana orang Katolik menyikapi kehidupan pilitik. Selama ini ada kegalauan menyangkut pertanyaan apakah sebaiknya menggunakan atau tidak menggunakan hak pilih dalam Pemilu? Dan kalau memilih siapa atau partai mana yang dipilih?

Kekecewaan terhadap perkembangan ekonomi, sosial dan politik di masyarakat telah mendasari kegalauan tersebut. Berita-berita buruk tentang kehidupan dan praktek politik yang berkembang hanya menggaris bawahi sikap apatis terhadap kehidupan politik, bahwa politik itu kotor dan harus dijauhi. Hal ini mendorong sikap untuk tidak mau memilih dalam Pemilu, menjadi golput dipandang sebagai menyuarakan hati nurani.

Puji Tuhan, Surat Gembala tersebut menegaskan bahwa ikut serta dalam Pemilu adalah bukan saja hak, tetapi paggilan bagi setiap warga negara, dan bahwa golput bukan alternatif buat kita. Menjadi jelaslah bahwa golput bukan sikap kita yang seratus persen Katolik dan seratus persen Indonesia.

Surat Gembala juga menunjukkan agar kita memilih secara cerdas, berdasarkan hati nurani. Tetapi bagaimana memilih secara cerdas berdasarkan hati nurani itu? Kebanyakan kita sebagai pemilih merasakan betapa susahnya menjatuhkan pilihan karena kurang mengenal para calon, termasuk partai di mana calon berasal. Apalagi mengenai program kerjanya, kebanyakan partai malahan tidak memilikinya. Mengenai hal inipun Surat Gembala memberikan acuan yang jelas.

Calon legislatif yang jelas-jelas berwawasan sempit, mementingkan kelompok, kita kenal tidak jujur, korupsi dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kedudukan tidak layak kita pilih. Pilihan hendaknya kita berikan kepada mereka yang memang orang baik, menghayati nilai-nilai agama dengan baik dan jujur, cinta damai, anti kekerasan, peduli terhadap sesama, berpihak kepada rakyat kecil, miskin dan perempuan.

Mengenai partai acuan yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam sikap dan perjuangannya menghormati empat kesepakatan dasar dalam berbangsa dan bernegara; Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhineka Tunggal Ika.

Demikian pesan dari para Gembala kita.

Akan tetapi bukankah semua partai menunjukkan slogan demikian? Bukankah semua caleg juga menyebar janji memperjuangkan terciptanya semua cita-cita luhur tersebut? Memang benar. Akan tetapi di sinilah pentingnya hati nurani kita andalkan. Hati nurani kita masing-masing bisa membaca rekam jejak partai atau caleg maupun capres yang sejatinya, sekecil dan sesedikit apapun informasi yang kita peroleh, sebesar apapun janji manis yang kita dengar dari mereka.

Kemampuan untuk membuat pilihan adalah anugerah Tuhan kepada kita masing-masing sebagai makhluk ciptaanNya. Menjatuhkan pilihan; antara yang baik dan buruk, antara terang dan gelap, antara Tuhan dan setan telah kita imani merupakan anugerah Tuhan yang ada dalam diri kita masing-masing. Inilah saat buat kita semua untuk menggunakan rahmat Tuhan secara cerdas, baik dan bertanggung jawab. Iman kita mengatakan bahwa dalam kegelapan apapun kita yang dikasihi Tuhan akan selalu menemukan terang tersebut. Kita hanya perlu membuka hati nurani kita terhadap kuasa dan kasihNya. Tuhan tidak pernah jauh dari kita, Dia hanya sejauh doa kita.

Selamat memilih dengan cerdas.

(J. Soedrajat Djiwandono, Politisi Katolik dan Penasihat GSC)

** Dari Buku 4: Memilih dengan Nurani Cerdas, Gaudium et Spes Community/GSC, Jakarta, 2014, www. gerejamasadepan.org **